INDOZONE.ID - Bulan Puasa Ramadhan memang selalu identik dengan berbagai hidangan yang sangat menggugah selera.
Salah satu bagian yang kerap dinantikan adalah takjil, yakni makanan ringan atau minuman yang dikonsumsi untuk membatalkan puasa sebelum menyantap hidangan utama.
Bicara soal takjil, maka sangat sulit untuk dipisahkan dengan aneka jenis gorengan. Ya, gorengan yang biasanya diisi oleh bakwan, risoles, tahu isi, hingga pisang goreng memang menjadi salah satu satu takjil favorit warga Indonesia untuk berbuka puasa Ramadhan.
Teksturnya yang renyah di luar dan lembut di dalam memberikan sensasi yang nikmat saat disantap dengan saus sambal atau cabai rawit.
Terlebih gorengan juga bisa dibilang cukup mengenyangkan, sehingga banyak jadi pilihan menu berbuka puasa, terutama para pekerja dan yang sedang dalam perjalanan menuju rumah.
Sebelum menjadi menu berbuka favorit oleh hampir seluruh suku di Indonesia, gorengan sendiri ternyata memiliki sejarah panjang dalam perkembangan kuliner Nusantara.
Lantas seperti apa sejarah gorengan dalam kisah panjang kuliner Nusantara? Mari Disimak penjelasan berikut!
Baca Juga: Dinamika Musik Religi di Indonesia: Syiar Dakwah Musiman yang Terus Berevolusi
Teknik menggoreng makanan di Nusantara memiliki keterkaitan erat dengan budaya kuliner Tiongkok. Sejarawan Denys Lombard dalam Nusa Jawa Jaringan Asia mencatat bahwa metode penggorengan diadopsi dari orang Tionghoa, yang juga memperkenalkan peralatan masak seperti kuali dan wajan.
Dalam buku The Land of the Five Flavors: A Cultural History of Chinese Cuisine, Thomas O. Hollmann menyebutkan bahwa menggoreng adalah teknik memasak yang telah lama dikenal di Tiongkok, termasuk metode stir-fry (jian chao) dan deep-fry (zha).
Roungguang Zhao, seorang ahli sejarah dan budaya makanan Tiongkok di Zhejiang Gongshang University, dalam bukunya A History of Good Culture in China, menjelaskan bahwa menggoreng adalah teknik utama dalam mengolah makanan tradisional Tiongkok. Teknik ini kemudian menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Nusantara, melalui jalur perdagangan dan interaksi budaya.
Baca Juga: Timnas Indonesia U-20 Terpuruk di Piala Asia: Mental Lemah atau Persiapan Kurang Matang?
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung, Wawancara Langsung