Ilustrasi masa pendukung pasangan calon saat kampanye.
INDOZONE.ID - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sering kali menjadi momen penting dalam sistem demokrasi Indonesia, dimana masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin daerah mereka.
Namun, fenomena yang menarik dan sering kali mengemuka dalam pilkada adalah fanatisme yang ditunjukkan oleh sebagian masyarakat khususnya kelas bawah terhadap pasangan calon tertentu, meskipun mereka menyadari bahwa pemilihan tersebut mungkin tidak membawa perubahan signifikan terhadap kondisi ekonomi mereka.
Sorotan kali ini akan membahas fenomena fanatisme tersebut, dengan merujuk pada beberapa sumber akademik.
Ilustrasi massa pendukung saat kampanye.
Fanatisme politik merupakan fenomena yang sering muncul dalam setiap ajang pemilihan, termasuk Pilkada, di mana pendukung memberikan dukungan yang ekstrem dan sering kali tidak rasional terhadap seorang kandidat atau partai politik.
Dukungan ini tidak hanya terbentuk dari ketertarikan pada kepribadian calon atau afiliasi partai, tetapi juga bisa dipicu oleh faktor-faktor emosional, sosial, dan kultural yang membentuk pandangan politik seseorang.
Fanatisme politik menjadi tantangan tersendiri karena dapat mengaburkan penilaian objektif terhadap kualitas dan kapabilitas calon dalam mengatasi isu-isu krusial yang dihadapi masyarakat.
Dalam konteks Pilkada, fanatisme politik ini sering kali tampak sebagai dukungan yang kuat dan tidak tergoyahkan terhadap seorang calon, bahkan ketika calon tersebut mungkin tidak memiliki visi atau solusi konkret untuk menangani masalah-masalah mendasar seperti kemiskinan, pengangguran, infrastruktur yang buruk, dan layanan publik yang tidak memadai.
Pemilih yang terjebak dalam fanatisme politik cenderung menutup mata terhadap kelemahan calon atau partainya dan lebih memilih untuk fokus pada aspek-aspek emosional atau identitas yang membuat mereka merasa terhubung dengan calon tersebut.
Ilustrasi pendukung calon pilkada saat kampanye.
Dalam konteks politik lokal, fanatisme politik sering kali menjadi fenomena yang sulit dihindari, terutama dalam ajang seperti Pilkada. Penelitian yang dilakukan oleh Putu Bayu Hendra dan Dwi Purnawan berjudul "Emosionalitas dan Identitas dalam Pilkada: Sebuah Tinjauan Fanatisme Politik." memberikan wawasan mendalam mengenai bagaimana faktor-faktor emosional dan identitas kultural memiliki peran signifikan dalam membentuk fanatisme politik di kalangan masyarakat.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Nasional