Presiden Joko Widodo (Jokowi). (instagram)
INDOZONE.ID - Era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera berakhir sekitar dua pekan mendatang. Dalam waktu kurang satu bulan, Indonesia akan menjalani era baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 lalu.
Selama 10 tahun memimpin Tanah Air, Jokowi membawa Indonesia melalui pasang surut perekonomian di tengah badai ekonomi global, mulai dari masa Pandemi Covid-19 hingga konflik geopolitik, yang membuat berbagai negara mengeluarkan kebijakan fiskal yang ketat.
Namun di tengah kondisi perekonomian yang tak pasti, Indonesia berhasil menorehkan catatan positif. Bahkan saat badai pandemi menerjang, Indonesia berhasil pulih dengan cepat. Hal ini tak hanya berdampak secara makro, tapi juga terasa hingga titik mikro. Apalagi, diakui atau tidak, pertumbuhan ekonomi yang berhasil dijaga pemerintah era Jokowi telah menciptakan pemerataan, sehingga lebih banyak masyarakat yang merasakan capaian positif ini.
Tak hanya di dalam negeri, capaian positif ini juga diakui secara global, dengan masuknya Indonesia menjadi negara menengah-atas dan termasuk dalam 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Jelang berakhirnya masa kepemimpinan Jokowi, sekaligus memasuki pemerintahan baru Prabowo-Gibran, berikut Indozone sajikan catatan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 10 tahun terakhir.
Salah satu pencapaian yang konsisten selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah terjaganya pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran angka 5%. Ini merupakan hasil dari berbagai kebijakan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan yang diterapkan pemerintah, meski harus menghadapi tantangan global yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015, yang merupakan tahun pertama Jokowi menjabat, tercatat sebesar 4,8%. Angka ini sedikit mengalami perlambatan dari pertumbuhan tahun 2014 yang berada di level 5,02%, sebuah transisi alami akibat berbagai perubahan kebijakan ekonomi pada awal pemerintahan baru.
Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan 4 Ruas Jalan Tol Baru di Aceh, Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Meski pada awal masa kepemimpinannya ada penurunan tipis, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali mengalami kenaikan yang stabil pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2016, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,03%, menandakan keberhasilan pemerintah dalam menstabilkan ekonomi di tengah tantangan global, seperti perlambatan ekonomi di beberapa negara besar dan fluktuasi harga komoditas internasional. Kenaikan ini terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya, dengan pertumbuhan mencapai 5,07% pada 2017 dan kemudian naik menjadi 5,17% pada 2018. Pencapaian ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjaga momentum pertumbuhan yang baik, meskipun situasi global tidak sepenuhnya stabil. Pada 2019, pertumbuhan tetap positif di angka 5,02%, yang konsisten dengan target pemerintah untuk menjaga laju pertumbuhan di atas 5%.
Memasuki periode kedua kepemimpinan Jokowi, Indonesia menghadapi tantangan yang lebih besar dengan datangnya pandemi Covid-19 pada awal 2020. Dampak dari pandemi ini begitu luas, tidak hanya melanda Indonesia tetapi juga seluruh dunia. Seperti banyak negara lain, ekonomi Indonesia terpukul keras oleh pembatasan sosial yang ketat, penurunan aktivitas ekonomi, serta disrupsi rantai pasokan global. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot tajam hingga mengalami kontraksi sebesar minus 2,07% pada tahun 2020. Ini adalah kali pertama dalam beberapa dekade Indonesia mengalami pertumbuhan negatif, dan situasi ini mencerminkan krisis ekonomi global yang tak terhindarkan. Industri pariwisata, manufaktur, perdagangan, serta sektor jasa mengalami penurunan tajam, sementara daya beli masyarakat menurun drastis.
Namun, pemerintah Jokowi dengan cepat merespons situasi tersebut melalui serangkaian kebijakan ekonomi yang dirancang untuk memitigasi dampak pandemi. Pemerintah mengimplementasikan berbagai program stimulus ekonomi, termasuk bantuan sosial, subsidi, serta program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, mendukung dunia usaha, serta memperkuat sektor kesehatan. Melalui kebijakan fiskal yang ekspansif dan stimulus moneter dari Bank Indonesia, pemerintah mampu menstabilkan ekonomi dan menjaga likuiditas di pasar.
Upaya pemerintah dalam mengatasi krisis membuahkan hasil yang signifikan. Pada tahun 2021, ekonomi Indonesia kembali bangkit dengan pertumbuhan positif sebesar 3,7%. Meski belum mencapai level pra-pandemi, pemulihan ini mencerminkan efektivitas kebijakan yang dijalankan, serta ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi krisis. Sektor-sektor seperti manufaktur, pertanian, dan perdagangan mulai pulih, sementara investasi asing perlahan kembali mengalir. Program vaksinasi massal yang diluncurkan pemerintah juga menjadi faktor penting dalam pemulihan ekonomi, karena membuka kembali aktivitas bisnis dan menormalkan kegiatan ekonomi.
Memasuki tahun 2022, ekonomi Indonesia semakin membaik dan kembali mencapai pertumbuhan sebesar 5,05%. Angka ini mencerminkan kembalinya ekonomi Indonesia ke jalur pertumbuhan yang stabil, dengan peningkatan di berbagai sektor utama seperti perdagangan, industri pengolahan, dan jasa. Pemulihan ekonomi ini juga didorong oleh meningkatnya harga komoditas global, yang memberikan dampak positif pada ekspor Indonesia, terutama di sektor energi dan pertambangan.
Stabilitas ekonomi ini terus berlanjut pada 2023, di mana Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05%. Hingga kuartal kedua tahun 2024, pertumbuhan tetap berada di kisaran 5%, menandakan keberhasilan pemerintah dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, meskipun situasi global masih diwarnai ketidakpastian. Dengan pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan hanya mencapai 3% pada periode yang sama, pencapaian Indonesia ini sangat signifikan dan menunjukkan bahwa negara ini mampu bertahan dan bahkan berkembang di tengah tekanan eksternal yang cukup berat.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: BPS