Selasa, 21 MEI 2024 • 15:05 WIB

Menguak Masalah Kenapa Gen Z Susah Dapat Kerja Formal, Standar Gaji Tinggi hingga Pergeseran Makna Bekerja

Author

Ilustrasi pengangguran. (Istimewa)

INDOZONE.ID - Sebuah fakta terungkap bahwa generasi Z atau Gen Z yang lahir tahun 1997-2012 rupanya sulit mencari pekerjaan terutama setelah mereka lulus kuliah.

Perbandingan data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Badan Pusat Statistik (BPS) antara tahun 2017 dan 2022 terungkap adanya penurunan jumlah serapan kerja dan penambahan durasi mendapatkan kerja yang dialami lulusan baru (fresh graduate) di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Pada periode September 2016 hingga Agustus 2017, ada 5,8 juta orang yang lulus di semua jenjang pendidikan. Sebanyak 1,2 juta orang atau 21,9 persen di antaranya diterima kerja sebagai pegawai/buruh di sektor formal.

Sementara meski yang lulus pada periode September 2021 hingga Agustus 2022 naik menjadi 7,1 juta, namun dari jumlah lulusan tersebut, hanya 967.806 orang atau 13,6 persen yang diterima bekerja di sektor formal.

Baca Juga: Perbedaan Penting Pandangan Politik Gen Z dengan Generasi Lainnya

Hal ini mengindikasikan bahwa lulusan di tahun 2022 yang tidak lain didominasi oleh Gen Z, kesulitan mendapat atau memperoleh pekerjaan di sektor formal.

Lantas, apa yang membuat Gen Z sulit memperoleh pekerjaan di sektor formal setelah lulus kuliah? Berikut Indozone mencoba membahasnya dari beberapa sudut pandang:

1. Pilih-pilih Pekerjaan

Ilustrasi Gen Z

Dari hasil penelitian terungkap sebanyak 58 persen atau lebih dari separuh pegawai Gen Z berusia 18 hingga 24 tahun cenderung lebih memilih berhenti kerja ketimbang tidak bisa menikmati pekerjaannya atau tidak sesuai dengan bidang yang disenanginya.

Dikutip dari A Job Thing, penelitian yang dilakukan oleh Randstad Workmonitor pada 2022, Gen Z mengaku lebih memilih menganggur ketimbang tak bahagia melakukan pekerjaan yang tak disukai.

Hal ini memberikan gambaran jika Gen Z cenderung lebih memilih-milih pekerjaan, berbeda dengan generasi sebelumnya yang akan menjalani pekerjaan dengan serius meski tidak sesuai dengan minatnya.

Dr Anna Kurniawati, seorang politisi mengatakan dalam era modern yang serba cepat dan dinamis, penting bagi Generasi Z untuk memiliki sikap yang realistis dan fleksibel dalam mencari pekerjaan. Generasi ini, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, dihadapkan pada pasar kerja yang kompetitif dan terus berubah.

“Oleh karena itu, perlu ditekankan agar mereka tidak terlalu selektif dalam memilih pekerjaan,” ujarnya kepada Indozone, Senin (20/5/2024).

Selain itu, menurut lulusan dari Universitas Sahid ini, di samping fleksibilitas dalam memilih pekerjaan, Generasi Z juga harus mengembangkan soft skill yang sesuai dengan kebutuhan tempat kerja saat ini.

“Dua keterampilan utama yang sangat dibutuhkan adalah kecerdasan interpersonal dan kecerdasan emosional,” ungkapnya.

2. Standar Gaji Tinggi

Ilustrasi naik gaji.

Pernah viral seorang fresh graduate menolak tawaran gaji Rp 8 juta per bulan. Hal ini kemudian menjadi perbincangan banyak orang mengenai standar gaji lulusan baru saat ini yang terbilang cukup tinggi.

Baca Juga: Gen Z Harus Tau! 4 Langkah Mudah Melakukan Pencoblosan pada Pemilu 2024

Menurut penulis buku 'Go Global: Guide to a Successful Internasional' Handi Kurniawan, alasan banyak fresh graduate kini yang berani menawar gaji tinggi adalah karena semakin terbukanya informasi.

"Kalau saya melihatnya sekarang informasi jauh lebih terbuka. Hal-hal yang dulu tertutup seperti gaji awal dan kompensasi sekarang menjadi lebih transparan,” kata Handi.

3. Pergeseran Makna Bekerja

Ilustrasi pegawai swasta WFH (Freepik/tirachardz)

Kurangnya daya serap tenaga kerja dari Gen Z di sektor formal bukan hanya semata soal standar gaji tapi juga ada pergeseran makna bekerja di kelompok usia tersebut.

Jenis pekerjaan tidak harus ada dan datang di kantor tapi bisa dari mana saja (Work From Anywhere) atau dari rumah (Work From Home). Tidak sedikit dari Gen Z yang lebih memilih bekerja secara fleksibel dan tidak wajib ke kantor dan kebanyakan model pekerjaan tersebut ada di industri kreatif.

Hal ini juga diamini Hilda Yunita Wono, salah satu dosen di Universitas Ciputra Surabaya. Kepada Indozone Hilda mengungkapkan, banyak mahasiswanya yang memang lebih memilih untuk bekerja tidak harus di kantor tapi dimana saja secara remote.

“Pekerjaan formal tidak lagi menjadi hal menarik bagi Gen Z. Jadi kalau dari sisi akademisi, mereka (Gen Z) bukan lebih sulit mendapatkan pekerjaan tapi ada pergeseran makna bekerja di anak-anak ini,” ujarnya.

Baca Juga: Menkominfo Ajak Gen Z ke TPS: 14 Februari Hari Kasih Sayang dalam Bentuk Suara!

Pergeseran ini membawa sejumlah implikasi bagi dunia kerja dan pendidikan. Perusahaan perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan preferensi generasi baru ini dengan menawarkan fleksibilitas kerja yang lebih besar.

Sementara itu, institusi pendidikan juga perlu mengadopsi kurikulum yang mempersiapkan mahasiswa untuk dunia kerja yang lebih dinamis dan fleksibel.

4. Standar Pengalaman yang Harus Terpenuhi

Ilustrasi wawancara kerja. (Pexels/Fauxels)

Dari beberapa lamaran yang sudah diajukan ke berbagai perusahaan, seringkali ditemukan bahwa kandidat masih terbatas dan belum memenuhi syarat dari rekrutmen yang ada.

Salah satu lulusan dari Universitas Nasional, Nadya Mayangsari yang baru lulus pada Februari 2024, mengatakan setiap perusahaan memiliki kriteria spesifik yang mereka cari dalam calon karyawan, yang mencakup berbagai aspek seperti pendidikan, keterampilan, dan pengalaman kerja.

“Jika lamaran tidak sesuai dengan kriteria tersebut, peluang untuk melangkah ke tahap berikutnya menjadi sangat kecil,” ujarnya.

Baca Juga: 3 Tips Efektif Gen Z Memilih Calon Presiden dan Wakil Presiden

Sementara pengalaman Nadya selama kuliah adalah ikut organisasi kampus dengan berharap dapat membuka jaringan dan menambah pengalaman sehingga memperbesar kemungkinan bagianya untuk menambat pekerjaan.

Sayangnya, perusahaan cenderung mencari individu yang telah memiliki pengalaman relevan yang dapat langsung diterapkan dalam pekerjaan. Jika seorang pelamar tidak memiliki pengalaman yang sesuai, peluang untuk diterima menjadi semakin kecil.

5. Nasib Gen Z di Daerah

Sejumlah pencari kerja mendaftar lowongan kerja pada acara Job Fair 38 di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah. (Antara/Aloysius Jarot Nugroho).

Jika Gen Z di kota besar seperti Jakarta saja kesulitan mendapatkan pekerjaan, lantas bagaimana dengan yang ada di daerah?

Minimnya lapangan kerja dan masih tradisionalnya cara berpikir orang daerah yang menganggap bekerja adalah jadi PNS, semakin membuat Gen Z kesulitan mendapat pekerjaan.

Salah satunya Laode Abdul Wahid, Sudah dua tahun lulus dari Universitas Haluoleo dan menyandang gelar Sarjana Ekonomi namun saat ini masih belum juga mendapat pekerjaan.

“Tes CPNS setahun sekali dan saingannya banyak. Itupun belum tentu ada setiap tahunnya. Mau cari pekerjaan swasta juga sangat terbatas,” ungkapnya.

Tentunya, dari pembahasan di atas dengan memadukan sikap yang realistis, keterbukaan terhadap peluang baru, dan pengembangan soft skill, Generasi Z dapat memaksimalkan potensi mereka dalam pasar kerja yang terus berkembang.

Pendekatan ini tidak hanya membantu mereka dalam mencapai tujuan karier, tetapi juga membekali mereka dengan kemampuan untuk berkontribusi secara efektif dalam berbagai konteks profesional.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Liputan Dan Wawancara Langsung