"Cancel culture biasanya bertujuan untuk seperti meminta pertanggungjawaban orang. Katakanlah dalam hal ini seperti Abidzar, atas tindakan yang dianggap sama publik itu salah atau secara moral gak pas dan tidak etis," lanjutnya.
Screenshot postingan Instagram promosi film A Business Proposal.
Ya, aksi Cancel Culture yang dilakukan para penggemar drakor A Business Proposal terjadi karena adanya sejumlah pernyataan kontroversial yang diutarakan oleh Abidzar. Pernyataan yang dinilai oleh para penggemar drakor tersebut menyerang mereka.
Situasi tersebut lantas membuat para penggemar drakor A Business Proposal pun akhirnya menyerukan Cancel Culture dengan memboikot terhadap film yang dibintangi oleh Abidzar tersebut.
Menurut pandangan dari Nadia, fenomena Cancel Culture yang dialami oleh Abidzar sendiri tak lepas dari indikator yang dimiliki oleh para penggemar drakor.
Hal yang mana dianggap oleh para penggemar drakor, Abidzar tak cocok memerangkan film yang terinspirasi dari drakor, sehingga munculnya Cancel Culture.
"Nah, kalau saya lihat Abidzar itu mencoba untuk remake film Business Proposal, mungkin dia hanya fokus pada ceritanya aja. Tapi buat mereka yang penonton drakor tentu bisa membedakan antara apa yang dibuat oleh Abidzar dengan drakornya itu sendiri," jelas Nadia.
"Saya sih bukan penonton drakor ya, tapi menurut saya secara sosiologis itu kayaknya ada satu indikator yang disebut dengan drakor, Abidzar itu menurut penonton tidak sesuai, sehingga muncul cancel culture."
"Nah ini biasanya munculnya di digital society. Jadi nggak nyerang langsung ke siapa Abidzarnya, tapi menurut saya mungkin para penonton drakor itu bisa melihat ini beda," imbuhnya.
Baca Juga: Kasus Pemerasan DWP, Kapolda Metro Jaya Perlu Ikut Diusut
Fenomena Cancel Culture yang dialami oleh Abidzar pun belakangan mulai dikait-kaitkan dengan aksi cyberbullying. Beberapa mulai menilai reaksi penggemar drakor tersebut kepada Abidzar sudah terlalu berlebihan.
Namun apakah Cancel Culture dan Cyberbullying itu sama? Nadia pun lantas memberikan pendapatnya. Ia berujar bahwa adanya perbedaan yang sangat signifikan antara Cancel Culture dengan Cyberbullying.
"Kalau saya lihat, ya memang keduanya sama-sama kejadiannyadi dunia digital atau digital society. Sama-sama memang memberikan tekanan social pressure. Cuma kalau saya lihat tujuannya beda. Metodenya beda, dampaknya juga beda," jelas Nadia.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Wawancara Langsung, Analisis Redaksi