"Misalnya, cancel culture itu biasanya seperti minta pertanggungjawaban dari seseorang terhadap tindakan yang dianggap dalam hal ini Abidzar me-remake Business Proposal, dan sebenarnya publik meminta pertanggungjawaban terhadap itu, terhadap Abidzar," ucap Nadia.
"Biasanya kalau cancel culture itu ada boycott gam mah mau nonton film misalnya, atau netizen biasanya tidak mau mendukung, atau kalau si Abidzar ini punya akun IG dia akan unfollow. Itu bentuk dari cancel culture," sambungnya.
Sementara Cyberbullying dinilai Nadia adalah aksi di mana bertujuan untuk lebih menyakiti atau mengintimidasi seseorang, yang memang pada prosesnya keduanya memang terlihat mirip.
"Sedangkan cyberbullying, tujuannya itu lebih kepada menyakiti orang, mengintimidasi atau merendahkan orang. Cuma memang pada prosesnya kelihatannya sama. Tapi kalau emang ini diarahkan ke cancel culture Abidzar harus tahu bahwa yang dibutuhkan publik adalah klarifikasi," jelas Nadia.
"Sedangkan cyberbullying itu gak ada itu istilah unfollow, tapi yang ada akan tetap di situ. Kemudian dia celah-celah abis si akun itu. Isinya ada penghinaan, pelecehan, atau hoax. Lalu kalau di digital society ada istilah doxing, yaitu orang yang sengaja menyebarkan informasi peribadi. Itu kalau cyberbullying," lanjutnya.
Meski berbeda dengan cyberbullying, fenomena Cancel Culture dinilai Nadia tetap memiliki dampak yang sangat dirasakan terutama terhadap korbannya. Salah satu yang paling parah adalah kehilangan sumber mata pencarian.
"Tentu saja kalau cancel culture itu didiamkan lama-lama publik bisa tolak dia dan dia bisa kehilangan pekerjaan. Reputasinya juga berantakan secara sosial dan dijauhi," ungkap Nadia.
Nadia juga memberikan saran kepada Abidzar yang saat ini menjadi korban Cancel Culture yang dilakukan oleh para penggemar drakor A Business Proposal. Ia berharap fenomena ini dapat membuat Abidzar dapat memperbaiki diri dan lebih hati-hati.
"Tapi tetap menurut saya, Abidzar dalam hal ini masih bisa memperbaiki diri. Gak cukup hanya minta maaf, tapi di film-film selanjutnya harus lebih berhati-hati. Jadi kayak ada second chance untuk dia," lanjutnya.
Bagi Sebagian masyarakat yang netral, memang pasti muncul pertanyaan dalam diri mereka bahwa apa yang harus dilakukan dalam menyikapi munculnya fenomena Cancel Culture ini.
Nadia pun berpesan bahwa sebagai masyarakat harus bijak dalam menentukan sikap dengan adanya fenomena Cancel Culture ini.
"Sebagai masyarakat saya pikir soal menyikapi cancel culture, kalau itu memang menjadi preference dia, semacam social control, mungkin para peminat penonton drakor juga harus kaji ulang benar gak ini," ujar Nadia.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Wawancara Langsung, Analisis Redaksi