"Itu terbukti mengakibatkan terjadinya banjir seperti Jakarta karena perubahan landscape besar-besaran di kawasan Puncak. Demikian juga yang terjadi di Bantul. Bantul itu adalah hilir dari seluruh perairan di DIY, maka ini juga harus dilihat dalam kawasan yang lebih luas, yaitu regional DIY. Misal perubahan landscape di Sleman, di Kota Yogyakarta, itu tidak bisa dipisahkan dariperistiwa banjir," ungkapnya.
Abdul Halim menutrkan, secara khusus Menteri LHK akan menurunkan pengawas lingkungan dan mengevaluasi ulang perubahan landscape di DIY, termasuk di Kabupaten Bantul. Utamanya, perubahan landscape karena adanya pertambangan dan pembangunan perumahan.
"Ini semata-mata untuk mengendalikan lingkungan dalam jangka panjang. Sekali lagi, ini kita berpikir jangka panjang ya. Artinya tutupan vegetasi hari ini yang masih cukup lumayan saja itu sudah terjadi banjir yang demikian besar. Apalagi kalau perubahan landscape itu terus menerus terjadi, kita nggak bisa membayangkan banjir di masa depan itu seperti apa," jelasnya.
Menurut Abdul Halim, embung di Imogiri 2 ini menjadi salah satu sarana pressurevasi air yang tujuannya untuk mengisi kembali air tanah di samping berfungsi untuk pengendalian banjir.
Diketahui, Sungai Celeng ini adalah sungai yang setiap tahun ini dibangun dua embung.
"Ini enggak main-main, dua embung sekaligus. Embung Imogiri 2 dan di Giriloyo itu Embung Imogiri 1. Dua-duanya itu dilalui Sungai Celeng, tapi ternyata upaya inipun juga masih belum cukup untuk menghambat terjadinya banjir. Berarti ini ada faktor lain, itu tadi perubahan landscape karena adanya alih fungsi tidak terkendali karena pertambangan," ujar Abdul Halim.
Adanya instruksi untuk mengirim pengawas lingkungan ini dimaksudkan agar landscape di Bantul lebih terjaga dan mapan. Kata Halim, misalnya pembabatan pohon secara masif ini akan mengurangi daya serap air ke tanah.
Begitu juga dengan bebatuan yang sudah mapan namun ditambang, maka mengakibatkan kiriman lumpur dan sampah yang berujung pada terjadinya sedimentasi.
"Jadi sekali lagi harus dilihat dalam lingkup yang lebih luas yaitu DIY. Bahkan ketika Bantul tidak hujan sedikitpun, tetep banjir. Karena Sleman hujan, Kota Yogyakarta hujan, akhirnya lari ke Bantul semua. Ada apa dengan perubahan landscape di sana? Kok air tidak bisa diserap secara optimal," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DIY, Kusno Wibowo menjelaskan, berdasarkan data yang ada, tutupan tanah yang ada di DIY saat ini berkisar di angka 30,33 persen.
Angka ini menunjukkan, tutupan tanah di DIY sesuai standar, yakni di atas 30 persen.
Jika banjir yang terjadi di Imogiri beberapa waktu karena terjadi tutupan tanah berkurang, lanjut Kusno, hal itu hanya salah satu faktor saja. Ada beberapa faktor lain yang perlu dikaji ulang untuk mengetahui penyebab banjir tersebut.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung