Sabtu, 09 NOVEMBER 2024 • 08:45 WIB

Donald Trump Kembali Jadi Presiden AS, Apa Sih Pengaruhnya untuk Perekonomian Indonesia?

Author

Donald Trump.

INDOZONE.ID - Calon Presiden (Capres) Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, yakni Donald Trump, sudah dipastikan berhasil memenangkan pertarungannya melawan Kamala Harris. Ya, Trump sejauh ini sukses mendapatkan 295 suara elektoral, berbanding 226 milik Harris.

Usai dipastikan akan Kembali menjabat sebagai Presiden AS, Trump pun memberikan pernyataannya. Dalam pernyataannya, Trump mengucapkan rasa terima kasihnya kepada para pendukungnya.

"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada warga Amerika atas kehormatan luar biasa telah terpilih sebagai Presiden Ke-47 dan Ke-45," ucap Trump usai resmi memenangkan Pilpres AS.

Baca Juga: 6 Fakta Vladimir Putin Ucapkan Selamat pada Donald Trump, Siap Mulai Dialog dengan AS

"Ini merupakan kemenangan luar biasa bagi rakyat Amerika yang akan menjadikan Amerika hebat kembali," lanjut Trump.

Terpilihnya Trump untuk menjadi Presiden AS ke-47 pun juga mendapatkan reaksi ari Presiden Indonesia, yakni Prabowo Subianto. Ia tak lupa memberikan ucapan terhadap keberhasilan Trump dalam pertarungannya melawan Harris.

Calon Presiden AS, Donald Trump.

"Saya mengucapkan selamat yang tulus kepada @realDonaldTrump karena telah terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat ke-47," tulis Prabowo dalam akun X yang terverifikasi.

"Dan saya berharap dapat bekerja sama erat dengan anda dan pemerintahan anda untuk lebih meningkatkan kemitraan ini dan demi perdamaian dan stabilitas global," lanjut cuitan Presiden Prabowo.

Baca Juga: Donald Trump Menangkan Pilpres AS 2024, Joe Biden dan Kamala Harris Beri Ucapan Selamat

Kemenangan Trump Berikan Pengaruh pada Perekonomian Indonesia

Usai Trump terpilih menjadi Presiden ke-47, lantas muncul pertanyaan terkait apa pengaruh sosok berusia 78 tahun tersebut terhadap Indonesia, khususnya di bidang perekonomian? Terlebih mengingat segala kebijakan Presiden AS, memang sangat mempengaruhi perekonomian dunia.

Tak hanya itu, sosok Trump yang selama masa kampanyenya selalu mengatakan akan melakukan 'Perang Dagang' dengan Tiongkok cukup menarik dinantikan segala kebijakannya saat resmi dilantik menjadi Presiden AS.

Situasi tersebut lantas mendapatkan komentar dari Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios), yakni Nailul Huda.

Ia menilai bahwa pihak pemerintah Indonesia wajib memperkuat ekonomi domestik guna mengantisipasi efek kemenangan Trump di Pilpres AS.

"Paling utama adalah perlindungan untuk konsumsi domestik. Ketika kondisi global tidak memungkinkan untuk ditingkatkan, penguatan ekonomi dalam negeri menjadi strategi utama," ucap Nailul, seperti disadur dari Antara.

Dia menyinggung dinamika perekonomian saat masa kepemimpinan periode pertama Trump sepanjang 2017-2021. Kala itu, Trump menurunkan tarif pajak secara drastis, dari 35 persen menjadi 21 persen, yang berimbas pada kenaikan inflasi.

Federal Reserve (The Fed) kemudian menaikkan suku bunga untuk menanggulangi inflasi, mendorong derasnya aliran dana masuk ke Amerika Serikat (AS).

“Artinya, (dampak kembali terpilihnya Trump) rupiah akan tertekan dan suku bunga acuan bisa naik kembali. Harga saham dalam negeri bisa melemah karena sentimen negatif kenaikan suku bunga acuan dalam negeri, investasi akan terhambat,” ujar dia.

Baca Juga: Inilah Sosok di Balik Keberhasilan Trump di Pilpres AS 2024, Orang yang Dijuluki Tony Stark Dunia Nyata

Kemenangan Trump Berpotensi Tekan Kurs Rupiah

Menurut pandangan dari Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS berpotensi menekan kurs rupiah.

Ia menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi AS yang pro-pertumbuhan dapat mendorong penguatan ekonomi AS sehingga meningkatkan permintaan terhadap Dolar AS. Situasi tersebut lantas memungkinkan rupiah mengalami depresiasi.

Donald Trump, calon presiden dari Partai Republik, kembali menjadi target upaya pembunuhan pada Minggu, (15/9/2024) lalu. (Instagram/@realdonaldtrump)

"Akibatnya, Bank Indonesia (BI) mungkin perlu melakukan intervensi untuk menstabilkan rupiah, sehingga membatasi kemampuannya untuk menurunkan BI-rate, yang dapat meningkatkan biaya pinjaman untuk bisnis dan konsumen di Indonesia," ucap Josua.

Di bidang perdagangan, kebijakan proteksionis Trump, terutama terhadap China berpotensi berdampak pada Indonesia.

Baca Juga: Biden Ucapkan Selamat kepada Trump dan Ajak Bertemu di Gedung Putih

Josua menilai apabila AS memperluas kebijakan tarif ke barang-barang dari Asia, Indonesia mungkin akan terpengaruh, terutama terkait daya saing produk ekspor.

“Kenaikan tarif AS dapat meningkatkan volatilitas pasar, memengaruhi sentimen investor di pasar negara berkembang dan berpotensi membatasi aliran modal masuk, meskipun prospek ekonomi Indonesia relatif positif,” jelas Josua.

Namun, Josua memberikan catatan, ada beberapa potensi manfaat bagi Indonesia. Kebijakan Trump yang mendukung sektor energi tradisional, seperti minyak dan gas, dapat menekan harga minyak dunia. Hal ini mungkin menguntungkan Indonesia yang merupakan importir minyak.

“Namun, potensi keuntungan ini dapat diredam oleh kemungkinan revisi sanksi terhadap produsen utama Iran. Meningkatnya volatilitas pasar dan risiko hambatan perdagangan baru juga dapat berdampak pada berbagai sektor di Indonesia,” jelasnya.

Apabila mengacu pada reaksi pasar, ketidakpastian pemilu telah mendorong aksi jual pada obligasi AS yang membuat imbal hasil UST naik dan dolar AS menguat.

Kemenangan Trump memicu lonjakan Indeks Dolar AS (DXY) hingga menyentuh level tertinggi dalam empat bulan terakhir. Hal ini telah berdampak langsung pada depresiasi mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

“Untuk rupiah, kami memperkirakan tren yang lebih lemah dari perkiraan awal, sebagian besar disebabkan oleh defisit transaksi berjalan yang berpotensi melebar di tengah perang dagang 2.0, di samping ekonomi China yang 'melambat untuk waktu yang lebih lama' dan aliran masuk modal yang terbatas ke pasar portofolio Indonesia di tengah ketidakpastian global yang meningkat,” ungkapnya.

Secara keseluruhan, kebijakan Trump di bidang fiskal dan perdagangan diproyeksikan membawa tantangan bagi stabilitas ekonomi dan keuangan Indonesia.

Oleh karena itu, Indonesia perlu tetap waspada terhadap fluktuasi pasar dan menjaga fleksibilitas kebijakan moneternya ke depan agar dapat mengantisipasi gejolak yang mungkin terjadi.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Antara, Amatan