Demikian juga untuk keberhasilan di sektor lain seperti FOLU (Forestry and Other Land Use). Dengan memperhatikan hasil pemantauan perubahan tutupan hutan dari tahun 2020 dan 2021, dapat dilihat bahwa Angka Deforestasi Netto Indonesia tahun 2021-2022 mengalami penurunan sebesar 8,4 persen. Apabila dilihat dari data series setiap periode pengamatan mulai periode tahun 1996-2000, besaran deforestasi dapat mengalami peningkatan atau pengurangan. Hal itu terjadi karena dinamisnya perubahan penutupan lahan akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan sehingga mengakibatkan hilangnya penutupan hutan atau penambahan penutupan hutan karena penanaman.
Sebagai gambaran umum, data deforestasi mulai periode tahun 1996-2000 hingga periode tahun pemantauan 2020-2021 menunjukkan bahwa deforestasi berhasil diturunkan pada titik terendah dalam 20 tahun terakhir yaitu pada angka 0,11 juta ha.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2023 berhasil ditekan lebih kecil dibandingkan tahun 2019 dengan pengaruh El-Nino yang hampir sama, bahkan kondisi 2023 lebih kering. Kondisi ini diantisipasi melalui berbagai upaya pencegahan karhutla sejak awal tahun dan secara konsisten dilakukan berbagai upaya untuk mencegah karhutla, mulai dari monitoring hotspot, penetapan kebijakan, aksi-aksi di lapangan baik aksi pencegahan, pemadaman, hingga penegakan hukum. Hal ini dapat menjadi indikasi adanya keberhasilan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang efektif. Keberhasilan ini dicapai melalui keterpaduan dan kolaborasi para pihak dalam pengendalian karhutla.
Indonesia berhasil memitigasi dampak El Nino sehingga jumlah hotspot dan luas karhutla tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Luas karhutla pada tahun 2023 adalah 1.161.192 ha sedangkan luas karhutla pada tahun 2019 adalah 1.649.258 ha. Penurunan luas karhutla jika dibandingkan tahun 2019 seluas 488.065 ha atau 29,59 persen. Sedangkan perbandingan total jumlah hotspot tahun 2019 dan 2023: (tanggal 1 Januari – 31 Desember 2023), berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) dengan confident level high: 10.673 titik, pada periode yang sama tahun 2019 jumlah hotspot sebanyak 29.341 titik (terdapat kenaikan jumlah hotspot sebanyak 18.668 titik/ 63,62 persen).
Sementara di sektor energi, pemerintah Indonesia memiliki peran strategis dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik melalui proses transisi energi, khususnya pengembangan Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi.
Indonesia juga terus melangkah maju dengan pengembangan ekosistem mobil listrik dan pembangunan pembangkit tenaga surya terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, Indonesia juga memanfaatkan energi baru terbarukan, termasuk biofuel, serta pengembangan industri berbasis energi bersih, termasuk pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia di Kalimantan Utara.
"Dalam hal transisi energi, kami menempuh Indonesian way of just energy transition toward 2030, mempercepat pengembangan energi baru terbarukan, serta menurunkan penggunaan batu bara. Pengembangan energi baru terbarukan, terutama energi surya, air, angin, panas bumi, dan arus laut, serta pengembangan biodiesel, bioetanol, dan bioavtur juga semakin meluas. Saya baru saja meresmikan Cirata Floating Solar Power Plan, terbesar di Asia Tenggara, menghasilkan 192 MWp hasil kerja sama Indonesia dengan Uni Emirat Arab," ungkap Jokowi.
Indonesia telah dapat secara konkret menunjukkan kemajuan implementasi REDD+ yang merupakan bagian dari aksi mitigasi sektor FOLU. REDD+ di Indonesia dilaksanakan melalui pendekatan secara nasional serta dapat diimplementasikan pada sub-nasional (provinsi), dengan kerangka kerja REDD+ yang mencakup empat elemen saling terkait mengenai arsitektur REDD+ dan implementasinya, dukungan sumberdaya serta kelembagaan, peraturan dan sistem.
Kinerja pengurangan emisi GRK Indonesia melalui REDD+ telah mendapatkan rekognisi internasional yang diwujudkan melalui pembayaran berbasis kinerja / Result-Based Payment (RBP). Pada saat ini Indonesia tercatat sebagai negara yang menerima RBP paling besar, dengan total komitmen RBP sebesar USD 439,8 Juta, dimana dari total komitmen tersebut Indonesia telah menerima pembayaran sebesar USD 279,8 Juta.
RBP tersebut berasal dari: (1) RBP REDD+ melalui Green Climate Fund (GCF) sebesar USD 103,8 Juta untuk volume pengurangan emisi GRK 20,3 juta tCO2eq pada periode tahun 2014-2016. RBP tersebut selanjutnya akan disalurkan kepada nasional dan subnasional yang telah berkontribusi pada pengurangan emisi GRK (34 provinsi) melalui Mekanisme Pembagian Manfaat (Benefit Sharing Mechanism) yang telah disepakati bersama oleh pemangku kepentingan terkait; (2) Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)-Carbon Fund tingkat sub nasional di Provinsi Kalimantan Timur sebesar USD 110 Juta untuk volume pengurangan emisi GRK 22 Juta tCO2e untuk periode tahun 2019-2024; (3) BioCarbon Fund - the Initiative for Sustainable Forest Landscapes (BioCF – ISFL) tingkat sub nasional di Provinsi Jambi sebesar USD 70 Juta untuk kinerja pengurangan emisi periode tahun 2020-2025; (4) Result Based Contribution (RBC) melalui kerjasama RI-Norway sebesar USD 56 juta untuk volume pengurangan emisi GRK sebesar 11,2 juta tCO2eq periode tahun 2016-2017 (tahap 1) dan sebesar USD 100 Juta untuk pengurangan emisi GRK sebesar 20 juta tCO2e untuk periode 2017-2019 (tahap 2).
Keberhasilan Indonesia dalam mengimplementasikan REDD+ dan menerima RBP telah direkognisi oleh UNFCCC dan menjadi contoh baik implementasi skema REDD+. Oleh karenanya, pada rangkaian COP28 di UAE, Dubai, Indonesia diminta berbagi pengalaman keberhasilan pelaksanaan REDD+ pada side event UNFCCC dan pada sesi-sesi diskusi di beberapa Pavilion Negara Pihak, termasuk Pavilion Ecuador, Brazil, dan Indonesia.
Presiden Jokowi Sampaikan Komitmen Indonesia dalam Penanganan Perubahan Iklim di COP26
Indonesia sebagai bagian dari bangsa-bangsa di dunia sangat aktif dalam melakukan diplomasi dan negosiasi untuk memperjuangkan upaya pengendalian perubahan iklim di tingkat global. Partisipasi dan diplomasi Indonesia, melalui aksi nyata (leading by example) telah memberikan warna dan mempengaruhi hasil berbagai negosiasi isu perubahan iklim.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Analisis Redaksi, Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan