INDOZONE.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) membuat sebuah putusan mengejutkan di awal tahun 2025. Ya, MK resmi telah menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau kerap disebut presidential threshold pada Undang-Undang (UU) Pemilu.
Dalam putusannya, MK menilai bahwa presidential threshold telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Hal itu pun disampaikan langsung oleh Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Suhartoyo.
Dalam konteks tersebut, MK menilai gagasan penyederhanaan partai politik dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR pada pemilu sebelumnya sebagai dasar penentuan hak partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk ketidakadilan.
"Selain itu, dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR sebelumnya, disadari atau tidak, partai politik baru yang dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu serta-merta kehilangan hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden," ujar Saldi.
Baca Juga: Soal Penghapusan Presidential Threshold, Pemerintah Hormati Putusan MK
DPR Berikan Reaksi pada Putusan MK Hapus Presidential Threshold
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan bahwa pihaknya bakal menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Apa pun itu Mahkamah Konstitusi putusannya adalah final and binding. Oleh karena itu, kami menghormati dan berkewajiban untuk menindaklanjutinya," kata Rifqinizamy.
Tak hanya itu, Rifqinizamy juga mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus "Presidential Treshold" bakal menjadi bahan bagi wacana pembentukan undang-undang sapu jagat atau "Omnibus Law" soal politik.
"Maka ya dimasukkan ke situ kalau memang revisi menganut model Omnibus Law dilakukan. Kami menghormati menghargai putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus prosentase presidential threshold sebagaimana dalam ketentuan undang-undang saat ini," lanjutnya.
Baca Juga: Alasan PKS Gugat Presidential Threshold 20 Persen ke MK: Bangsa Terpecah Belah
Reaksi Parpol soal Putusan MK Hapus Presidential Treshold
Putusan MK soal penghapusan Presidential Treshold pun dapat tanggapan dari Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra. Ia menilai bahwa putusan ini adalah konstribusi terhadap demokrasi.
"Harapan kami, putusan MK ini bisa berkontribusi dan membantu demokrasi Indonesia semakin berkembang dan tumbuh semakin matang. Mendekatkan kita ke tujuan menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia," ucap Herzaky.
"Inilah yang menjadi komitmen kami, Demokrat, selama ini, terus berkontribusi dan berjuang bersama rakyat untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi kita," lanjutnya.
Untuk itu, dia menyebut Partai Demokrat menghormati putusan MK yang mengabulkan gugatan uji materi perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 itu karena bersifat final dan mengikat.
"Sikap kami selama ini selalu sama dalam menyikapi putusan MK. Kami menghormati apapun putusan MK itu," ujarnya.
Selain Partai Demokrat, sejumlah parpol juga memberikan tanggapannya. Mereka satu suara dengan menyebut menghormati putusan MK terkait Presidential Treshold.
"Betul. Kami akan menyusun langkah sekaligus menunggu perkembangan dinamika dari lembaga pembentuk UU pasca-MK mengeluarkan putusan tersebut," kata Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid.
"PAN mendukung MK yang memutuskan menghapus presidential threshold (PT) minimal 20 persen kursi DPR atau suara sah 25 persen nasional pada pemilu. PAN telah lama ikut berjuang bersama komponen bangsa lainnya untuk menghapus PT tersebut," ujar Wakil Ketum PAN, Saleh Partaonan Daulay.
"Ini adalah sinyal baik bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, seakan mengembalikan cahaya demokrasi pada era pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ini," kata Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi.
"Putusan MK bersifat final dan mengikat. Atas pertimbangan dalam putusan amar itu, tentu kami akan menjadikannya sebagai pedoman nanti dalam pembahasan revisi UU Pemilu antara Pemerintah dan DPR," jelas Ketua DPP PDIP, Said Abdullah.
Pemerintah Hormati Putusan MK soal Penghapusan Presidential Treshold
Pemerintah melalui Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, memberikan reaksi terhadap putusan Mahkahamh Konstitusi (MK) soal penghapusan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau kerap disebut presidential threshold.
Dalam putusannya, MK menilai bahwa presidential threshold dipandang telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Mengomentari hal itu, Yusril pun menegaskan bahwa pemerintah menghormati putusan MK terkait putusan MK itu.
"Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK merupakan putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding)," kata Yusril.
Namun, kata dia, apa pun pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tidak dalam posisi dapat mengomentarinya sebagaimana para akademisi atau aktivis.
"MK berwenang menguji norma UU dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap dia.
Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, dia menyebutkan bahwa pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR.
"Semua stakeholders termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), akademisi, pegiat pemilu, dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya," tutur Menko.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Antara