Salah satu koleksi busana muslim dari Ida ROyani. (Instagram/idaroyani)
Dengan semakin populernya busana Islami di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir, fashion Muslim menjadi topik yang semakin hangat di kalangan pemakai busana Islami. Fashion Muslim Indonesia terdiri dari berbagai gaya dan tren, yang dipengaruhi oleh faktor transnasional namun tetap mempertahankan cita rasa lokal.
Dalam beberapa dekade terakhir, busana Islami di Indonesia mengalami perkembangan pesat, baik dalam hal tren maupun sebagai sektor industri. Busana Muslima, yang merujuk pada pakaian wanita Muslim, mencakup berbagai jenis pakaian yang melibatkan penutup kepala.
Seiring dengan semakin berkembangnya tren busana Islami, berbagai gaya baru bermunculan, menjadikan fashion Muslim semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini diungkap dalan Jurnal yang ditulis Eva F. Amrullah Ph.D dalam 'Indonesian Muslim Fashion Styles & Design' yang diterbitkan Australian National University pada 2008 silam. Pertanyaan utama adalah apa yang mendorong perkembangan ini dan bagaimana desainer Indonesia terlibat dalam industri fashion Muslim global.
Istilah untuk busana Islami di Indonesia terkadang membingungkan, terutama jika dibandingkan dengan istilah yang digunakan di Timur Tengah. Kerudung biasanya merujuk pada selendang panjang yang menutupi rambut, sedangkan jilbab adalah kain panjang yang menutupi tubuh kecuali wajah dan tangan.
Pemakaian busana Islami tidak hanya mencerminkan kesalehan pribadi, tetapi juga identitas individu dan komunal. Beberapa orang menjadikannya bagian dari gaya hidup, sementara di lingkungan tertentu seperti pesantren, ini diterapkan secara top-down. Sejak 2001, pemerintah Indonesia menerapkan otonomi daerah yang memungkinkan provinsi seperti Aceh dan Sulawesi Selatan untuk mengadopsi hukum Syariah, termasuk kewajiban mengenakan busana Islami.
Baca Juga: Tajikistan Larang Pemakaian Hijab Meski Penduduknya Mayoritas Muslim, Ini Alasannya!
Perancang busana muslim, Ida Royani. (Instagram/idaroyani)
Pengaruh luar negeri juga memainkan peran penting dalam perkembangan busana Islami di Indonesia. Ulama dan pedagang yang datang ke Indonesia membawa gaya busana dari negara asal mereka, terutama dari Arab Saudi dan Yaman. Shalwar qamiz, misalnya, lebih populer daripada abaya Arab karena lebih mirip dengan pakaian lokal Indonesia seperti baju kurung atau kebaya panjang. Selain itu, para wanita lulusan universitas Islam Timur Tengah, seperti al-Azhar, juga membawa gaya busana baru yang mempengaruhi tren busana Islami di Indonesia.
Selain menciptakan gaya baru, desainer Indonesia juga mulai mengembangkan bahan kain sendiri, seperti tenun tradisional Indonesia dan batik, yang digunakan dalam desain busana Muslim. Bahkan gaya busana Islami yang konservatif seperti abaya dan cadar kini mendapatkan sentuhan Indonesia, dengan bordir dan manik-manik khas Indonesia.
Beberapa nama di era akhir 70-an hingga 80-an, nama seperti Ida Royani yang saat itu memutuskan untuk berhijab juga menjadi salah satu pionir desain busana Muslim di Indonesia. Seperti yang Indozone lihat di kanal LDII TV, Ida Royani mencoba mengembangkan busana dan desainnya sendiri yang dibuat dari luar negeri.
Baca Juga: Geliat Industri Busana Muslim di Negeri Paman Sam
"Waktu awal dulu aku buatnya di Itali. Made in Itali tapi by Ida Royani. Itu dulu fenomenal banget, dan masih sampai sekarang," kata Ida.
Sebagai orang yang awal memulai busana muslim masih jarang peminatnya, namun istri dari Keenan Nasution ini berani mencoba menaruh warna-warna di busana muslim. Ia sempat mendapat cibiran lantaran membuat busana muslim warna warni, dimana saat itu busana Muslim masih diasosiakan dengan warna bewarna putih.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Wawancara, Liputan, Analisis Redaksi