Kategori Berita
Media Network
Selasa, 01 OKTOBER 2024 • 11:31 WIB

Fenomena Pengen Banget Punya Gelar Tapi Gak Mau Kuliah

Ilustrasi toga kelulusan.

INDOZONE.ID - Belakangan ini, kita sering melihat atau mendengar pejabat negara maupun public figure yang diberikan gelar akademik kehormatan seperti Doctor Honoris Causa. Fenomena ini tampaknya semakin marak dan memunculkan pertanyaan terkait kredibilitas pemberian gelar tersebut.

Salah satu contoh terbaru adalah artis sekaligus influencer Raffi Ahmad, yang menerima gelar Doktor Kehormatan (Dr. HC) dari Universal Institute of Professional Management (UIPM), Bangkok, Thailand.

"Alhamdulillah, terima kasih atas pemberian Gelar Doktor Kehormatan (Dr. HC) kepada saya dari Professor Kanoksak Likitpriwan, President Universal Institute of Professional Management (UIPM), Thailand," tulis Raffi Ahmad dalam postingan Instagramnya.

Baca Juga: Anies Baswedan Akan Berikan Kuliah Umum di Sophia University Tokyo

Kasus Raffi Ahmad ini mengundang berbagai reaksi, terutama kritik dari masyarakat yang mempertanyakan seberapa mudahnya seseorang mendapatkan gelar akademik tanpa melalui proses perkuliahan formal. Beberapa menganggap bahwa gelar kehormatan semacam ini mulai kehilangan makna, seolah-olah hanya menjadi simbol status sosial tanpa nilai akademik yang sesungguhnya.

Standar dan Etika dalam Pemberian Gelar

Presiden Republik Indonesia ke-5 Prof Dr (HC) Hj Megawati Soekarnoputri (kanan) saat menerima Doktor Honoris Causa Ilmu Sosial dari Universitas Tunku Abdul Rahman Selangor, Malaysia, Senin (2/10/2023)

Dalam konteks akademik, fenomena pemberian gelar honoris causa memang sah-sah saja, namun harus diperhatikan standar dan etika pemberian gelar tersebut. Penelitian oleh Zhuang dan Shen (2020) menyatakan bahwa gelar kehormatan seharusnya diberikan kepada individu yang telah memberikan kontribusi besar di bidang ilmu pengetahuan, budaya, atau sosial, bukan semata-mata karena popularitas atau kekayaan.

Dalam beberapa kasus, pemberian gelar tanpa dasar yang jelas justru dapat merusak integritas institusi pendidikan tinggi yang bersangkutan (Huang & Yang, 2021). Selain itu, fenomena ini juga memperlihatkan adanya perubahan nilai di masyarakat terkait pendidikan.

Sebuah studi oleh Ng et al. (2019) menunjukkan bahwa generasi muda semakin menganggap pendidikan formal sebagai beban dibandingkan sebagai jalan menuju pengembangan diri. Hal ini tercermin dalam banyaknya figur publik yang lebih tertarik pada pengakuan simbolis daripada meraih pengetahuan secara formal.

Baca Juga: Hadir Dalam Sarasehan KSPSI DIY, Bupati Sleman Janjikan Kuliah Bagi Anak Buruh Tidak Mampu

Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa fenomena ini dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap pentingnya pendidikan tinggi, yang pada akhirnya dapat melemahkan semangat belajar di kalangan masyarakat.

Dari perspektif sosiologis, penghargaan berlebihan terhadap simbol-simbol akademik tanpa proses pendidikan yang jelas dapat menciptakan jurang antara makna gelar dan kualitas intelektual yang sesungguhnya. Motivasi kampus-kampus dalam memberikan gelar kehormatan pun harus dipertanyakan. Apakah benar gelar ini diberikan berdasarkan kontribusi nyata, ataukah semata-mata demi memperkuat jaringan sosial atau bahkan untuk kepentingan komersial?

Keresahan Para Akademisi

Raffi Ahmad, yang menerima gelar Doktor Kehormatan (Dr. HC) dari Universal Institute of Professional Management (UIPM), Bangkok, Thailand.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Wawancara, Jurnal Internasional

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Fenomena Pengen Banget Punya Gelar Tapi Gak Mau Kuliah

Link berhasil disalin!