Ilustrasi pasangan pengantin baru yang memegang bunga. (Freepik/Chevanon)
Alhasil, setiap individu dalam pernikahan, bisa melihat dari sudut pandang yang menang dan kalah dalam penyelesaian masalah. Itu akan membuat pasangan lebih memahami satu sama lain.
“Gantian. Nggak boleh (win) dimiliki oleh satu pihak terus-terusan. Pada akhirnya, pernikahan itu terdiri dua manusia, bukan satu,” tutur Tika Bisono.
Kemampuan untuk memahami satu sama lain dalam penyelesaian masalah, dibutuhkan saling toleransi di antara pasangan. Tika Bisono bahkan menyebut, toleransi sebagai kunci.
“Maka dari itu, kata kuncinya adalah toleransi. Bertoleransi itu harus cerdas,” bebernya.
Setiap pasangan akan berusaha menyelesaikan masalah mereka sendiri. Akan tetapi, bagaimana jika mereka tidak mampu melakukannya?
Baca Juga: Thailand Sahkan UU Kesetaraan Pernikahan, Pasangan Sesama Jenis Boleh Menikah dan Diakui Negara
Tika Bisono menyatakan, pasangan dapat menemui profesional, contohnya psikolog, jika tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
Psikolog akan berperan sebagai konsultan atau fasilitator yang membantu mengarahkan pasangan supaya dapat menyelesaikan masalah mereka.
“Kalau ada masalah, biasanya ke psikolog kalau mereka tidak mampu menyelesaikan konflik karena problem solving-nya gak pinter, misalnya. Itu istilah saya, GGH (Go Get Help),” ujar Tika Bisono.
Namun, sebelum ke psikolog, pasangan juga bisa meminta bantuan pada orang-orang terpercaya, seperti keluarga dekat atau sahabat. Tika Bisono menggarisbawahi, orang-orang terpercaya ini, harus yang punya kemampuan didengarkan oleh pasangan tersebut.
Jika tidak ada orang-orang terpercaya yang bisa didengarkan, meminta bantuan profesional, seperti psikolog, menjadi jalan terbaik.
Baca Juga: Thailand Jadi Negara Pertama di Asia Tenggara yang Legalkan Pernikahan Sesama Jenis
Saat meminta bantuan kepada psikolog, terkadang hanya salah satu di antara suami-istri. Akan tetapi, itu bukan masalah karena salah satu pun cukup menunjukkan niat untuk menyelesaikan masalah hingga mempertahankan pernikahan.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Unair.ac.id, Wawancara