Kebebasan beragama harus selalu diatur dalam kerangka konstitusi negara agar keberagaman warganya dapat berkembang sesuai dengan kebebasan beragama. Tanpa adanya kebebasan bagi individu untuk menjalankan agama sesuai keyakinan mereka, peran negara dalam menjamin hak tersebut menjadi tidak efektif.
Pengakuan terhadap kebebasan beragama telah diatur dalam konstitusi Indonesia, yaitu dalam UUD 1945. Pasal 28E UUD 1945 menyebutkan bahwa:
Kendati seperti itu, masih ada beberapa segelintir oknum yang seolah tak mengindahkan untuk menjalankan toleransi. Seolah lupa bahwa toleransi sudah diatur dalam undang-undang.
Dalam jurnal "Problematika Umat Beragama di Indonesia di Era Modern: Solusi dari Perspektif Al-Qur’an" yang diterbitkan UIN Antasari Banjarmasin, di Indonesia, pernah terjadi beberapa konflik agama yang mengakibatkan kerusuhan, merusak, menimbulkan keresahan di masyarakat, serta menyebabkan banyak korban dan kerugian baik material maupun moral.
Beberapa contoh kasus tersebut meliputi Situbondo pada tahun 1996, Tasikmalaya 1997, Sanggauledo 1997, Solo 1998, Kupang 1999, Sambas 1999, Ambon 1999, Pontianak 2000, dan Mataram 2000.
Selain itu, menurut penelitian dari The Wahid Institute, jumlah kasus terkait kebebasan beragama adalah sebagai berikut: pada tahun 2011 terjadi 267 kasus, pada tahun 2012 terjadi 278 kasus, pada tahun 2013 terjadi 245 kasus, pada tahun 2014 terjadi 78 kasus, dan pada tahun 2015 terjadi 190 kasus serta 249 tindakan.
Tak hanya itu, beberapa pelarangan ibadah dan pembangunan tempat ibadah atau pelarangan hijab di institusi dan pekerjaan masih banyak mewarnai yang merusak harmomisasi umat beragama.
Budayawan Edy Utama menyebutkan praktik pemeliharaan dan pengembangan rasa toleransi serta kerukunan umat beragama masih merupakan persoalan yang belum tuntas di Indonesia yang menjamin kebhinekaan dan keragaman budaya.
Baca Juga: Paus Fransiskus Serukan Peringatan terhadap Ekstremisme Agama di Indonesia
"Kita masih sering menyaksikan kekerasan-kekerasan sosial yang terjadi atas nama agama, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal," kata Edy Utama dalam sebuah kesempatan yang dikutip dari Antara.
Menurutnya, masih ada kekhawatiran di kalangan masyarakat mengenai potensi konflik antar umat beragama, yang menunjukkan bahwa semua pihak perlu terus berjuang bersama untuk menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis di antara sesama umat beragama.
Edy Utama menjelaskan bahwa media massa memiliki peran penting dalam mencapai kerukunan tersebut, karena media berfungsi sebagai jendela yang memungkinkan masyarakat untuk melihat peristiwa yang sedang terjadi.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: ANTARA, Analisa Redaksi