- Bank Jateng: Rp395,66 miliar
- Bank BJB: Rp533,98 miliar
- Bank DKI: Rp149 miliar
- Bank sindikasi (BRI, BNI, LPEI): Rp2,5 triliun
Selain itu, Sritex diketahui juga memperoleh kredit dari 20 bank swasta lainnya.
Salah satu pemicu penyelidikan adalah perubahan drastis dalam laporan keuangan Sritex.
Tahun 2020, perusahaan melaporkan laba USD 85,32 juta (Rp1,24 triliun).
Namun setahun kemudian, Sritex mencatat kerugian USD 1,08 miliar (Rp15,65 triliun).
"Jadi ini ada keganjilan dalam 1 tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," ungkap Direktur Penyidikan JAM PIDSUS, Abdul Qohar.
Penyidik menyebut kedua bank melanggar prosedur.
Kredit diberikan meski ada peringatan dari lembaga pemeringkat seperti Fitch dan Moody’s yang menempatkan surat utang Sritex di level BB-, atau berisiko tinggi gagal bayar.
Padahal, syarat minimal untuk kredit kerja adalah rating surat utang minimal A.
"Perbuatan tersebut bertentangan dengan SOP Bank serta ketentuan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sekaligus penerapan prinsip kehati-hatian," kata Qohar.
Fakta lain yang ditemukan, dana kredit malah digunakan untuk bayar utang dan membeli aset non-produktif, bukan untuk modal kerja sebagaimana pengajuan awal.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Kejaksaan RI