INDOZONE.ID - Elon Musk dikabarkan mengadakan pertemuan dengan duta besar Iran untuk PBB pada hari Senin, sehari sebelum Donald Trump menunjuk pendiri SpaceX sebagai salah satu pemimpin di Departemen Efisiensi Pemerintah yang baru dibentuk.
Pertemuan ini bertujuan untuk membahas upaya meredakan ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat, seperti yang diungkapkan oleh dua pejabat Iran kepada New York Times.
Salah satu dari mereka menyebut bahwa eksekutif Tesla menginisiasi pertemuan tersebut, sementara sang duta besar menentukan lokasi pertemuan.
Baca Juga: Putra Mahkota Arab Saudi Tegaskan Israel Tak Seharusnya Menyerang Iran
Saat Trump bersiap menghadapi konflik di Ukraina dan Timur Tengah, Elon Musk, orang terkaya di dunia, turut terlibat dalam diskusi dengan pejabat asing, menjadikannya sebagai warga sipil paling berpengaruh di Amerika pada bulan Januari.
Pada awal bulan ini, Elon Musk dikabarkan turut serta sebagai tamu dalam panggilan telepon antara Trump dan presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, yang menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Musk atas satelit yang telah diberikan kepada Ukraina melalui perusahaannya, Starlink.
"Ia kini melibatkan Iran, dan Iran belum melibatkan Amerika dalam negosiasi langsung sejak sebelum Trump meninggalkan kesepakatan nuklir, jadi ini bisa menjadi masalah yang sangat besar," kata Sina Toossi, peneliti senior di Center for International Policy, tentang Musk.
Hubungan Trump dengan Iran dapat dikatakan kurang harmonis. Saat menjabat, ia memutuskan bahwa AS akan mundur dari perjanjian nuklir Iran yang disepakati pada tahun 2015 di masa pemerintahan Barack Obama, serta kembali memberlakukan sanksi ekonomi berat terhadap Iran.
Di masa kepresidenannya, Trump juga memerintahkan serangan AS yang menewaskan Mayor Jenderal Qassim Soleimani, komandan pasukan elit Quds dari Korps Garda Revolusi Islam, pada Januari 2020.
Baca Juga: Elon Musk dan JK Rowling Digugat Imane Khelif karena Cyberbulling soal Gender
Pada bulan September, intelijen yang diterima oleh staf kampanye Trump menunjukkan bahwa Iran berencana untuk menghabisinya.
"Apakah Amerika dapat melakukan negosiasi yang sukses dengan Iran di bawah Trump benar-benar bergantung pada Musk atau siapa pun yang akan memimpin negosiasi ini, dan tim yang berdedikasi pada proses negosiasi, yang bersedia melakukan kerja keras yang diperlukan dalam proses diplomatik dan hubungan internasional yang sebenarnya," sambung Toossi.
Situasi semakin rumit dengan dukungan kuat Trump terhadap Israel, yang bisa memicu konflik besar antara Israel dan Iran begitu ia menjabat sebagai presiden.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Theguardian.com