"Kemudian Mei kemarin itu sudah dimasukkan (revisi e-RDKK), terus akhirnya Oktober baru masuk. Oktober kemarin kita juga sudah lakukan realokasi, ditambahkan kecamatan-kecamatan mana yang kurang yang kemarin revisi e-RDKK itu. Jadi ditambahkan itu dari alokasi tambahan itu," sambungnya menjelaskan.
Dari upaya realokasi itu, lebih lanjut kata Sri, pihaknya mengaku melakukan koordinasi juga dengan kelompok tani, kios, dan distributor supaya pendistribusiannya lanjut.
"Kalau ketimpangan (terjadi kondisi kelangkaan atau kekurangan pupuk subsidi itu) ya itu tadi. Kita harus realokasi," ucap Sri singkat.
Perlu diketahui, terkait kondisi kelangkaan pupuk subsidi itu. Pemerintah pusat sudah melakukan penambahan alokasi pupuk subsidi di wilayah Lumajang dan Jember sebanyak kurang lebih 9,5 juta ton.
Namun mendapati jawaban yang disampaikan DTPHP Jember. Komisi B DPRD Jember mengaku belum cukup puas dengan jawaban yang disampaikan.
"Kami juga menggali informasi dari kios maupun distributor serta Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Nah memang saat ini ada penambahan jumlah pupuk yang sebetulnya sama dengan yang tahun kemarin. Namun proses penyalurannya saja yang berbeda. Jadi pada saat ini proses penyaluran pupuk itu 50 persen disalurkan di bulan Januari dan 50 persen di bulan Mei. Tapi saat ini memang masih muncul berbagai macam kendala," Kata Ketua Komisi B DPRD Jember Candra Ary Fianto saat dikonfirmasi terpisah.
Menurut Candra, kondisi kelangkaan pupuk subsidi itu diduga karena tata kelola yang belum baik.
"Dari distributor, kios, dan ke petani. Juga (dinilai), masih ada kelemahan-kelemahan yang dilakukan oleh petani dalam rangka mendapatkan subsidi pupuk tersebut. Contohnya tadi, ada salah satu kios yang seharusnya itu dia secara periodik bisa menebus pupuk untuk kebutuhan petani. Namun karena terkendala masalah ekonomi dia (petani), tidak bisa melakukan penebusan pupuk subsidi itu," ungkapnya.
Selain itu, kata legislator dari PDI Perjuangan ini, muncul dugaan. Penyaluran pupuk bersubsidi ada upaya penyaluran ilegal.
"Terungkap saat rapat, diduga penyaluran pupuk yang seharusnya berada di kios, tapi dilakukan di luar kios dan ini hanya berdasarkan kebijakan," ucapnya.
"Selain itu, diduga juga masalah internal server untuk memasukkan info di e-RDKK, karena itu secara nasional juga masih lemah. Sumber daya petani itu untuk mendaftarkan itu perlu kita tingkatkan. Agar mereka tidak lagi jadi korban dari proses tata kelola yang kurang baik ini," sambungnya.
Candra juga menambahkan, terkait persoalan kelangkaan pupuk ini. Pihaknya juga akan melakukan pendalaman lebih lanjut.
"Apabila nanti ditemukan bahwa kios maupun distributor yang menyalahi aturan tersebut. Maka kami akan rekomendasikan hal ini ke APH," tegasnya.
"Agar ini bisa menjadi contoh kepada kios maupun distributor agar tidak bermain-main dengan tata kelola, pendistribusian, penyaluran pupuk untuk para petani," imbuhnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung