Kategori Berita
Media Network
Rabu, 21 AGUSTUS 2024 • 22:13 WIB

Demokrasi Indonesia Menuju Kerajaan?

Sebagai warga negara yang mendambakan pemerintahan yang adil, kita harus waspada terhadap perubahan-perubahan ini.

Demokrasi bukan sekadar soal memilih, tetapi juga soal memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama, tanpa dibatasi oleh kekuasaan elite politik. Jangan sampai kita terjebak dalam demokrasi yang dibungkus manis, tetapi di dalamnya, tetap ada aroma kerajaan yang kuat.

Saya akan mengutip kalimat pembuka Mohammad Hatta dalam tulisannya "Demokrasi Kita" yang dibuat pada tahun 1966 dan masih sangat relevan untuk situasi saat ini.

"Sejarah Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir ini banyak memperlihatkan pertentangan antara idealisme dan realita.

Idealisme, yang bertujuan menciptakan suatu pemerintahan yang adil, yang akan melaksanakan demokrasi yanag sebaik-baiknya, dan kemakmuran yang sebesar-besarnya.

Sementara realita saat ini, pemerintah yang dalam perkembangannya kelihatan semakin jauh dari demokrasi yang sebenarnya."

Putusan MK Tidak Bisa Dianulir

Pakar hukum administrasi negara Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof. Abdul Aziz Nasihuddin mengatakan bahwa Pemerintah dan DPR RI semestinya mengikuti putusan MK karena putusan lembaga negara tersebut bersifat final dan mengikat.

"Mestinya 'kan mengikuti apa yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, faktanya tetap saja melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Pilkada," katanya.

Sementara itu, pakar hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Dr. Johanes Tuba Helan mengatakan putusan MK tidak dapat dianulir oleh badan legislatif maupun eksekutif.

"Tidak bisa. Dalam negara demokrasi putusan badan yudikatif tidak bisa dianulir oleh badan legislatif maupun badan eksekutif," kata Johanes Tuba Helan.

Hal hampir sama diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Benediktus Hestu Cipto Handoyo meminta Badan Legislasi DPR RI menghormati putusan MK terkait syarat batas usia calon kepala daerah, dan tetap menggunakan syarat partai politik dalam mengusung calon demi menjaga stabilitas hukum dan demokrasi di Indonesia.

"Pengabaian putusan MK oleh Baleg tidak hanya melanggar prinsip-prinsip dasar hukum tata negara tetapi juga berpotensi menimbulkan krisis konstitusional yang serius," kata Hestu.

Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Yance Arizona mengatakan keputusan Baleg DPR RI, yang menyepakati untuk mengikuti aturan Mahkamah Agung terkait syarat batas usia calon kepala daerah, dan tetap menggunakan syarat partai politik dalam mengusung calon adalah pembangkangan terhadap konstitusi.

"Langkah yang dilakukan oleh Baleg adalah pembangkangan terhadap konstitusi karena putusan Mahkamah Konstitusi merupakan penjelmaan dari prinsip-prinsip konstitusi," ujar Yance.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Antara, Amatan

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Demokrasi Indonesia Menuju Kerajaan?

Link berhasil disalin!