Aksi unjuk rasa untuk mendukung Palestina di Inggris.
INDOZONE.ID - Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Nyetanyahu, berusaha untuk memindahkan warga Palestina di Gaza untuk pindah ke Demokratik Republik Kongo atau ke negara-negara di benua Afrika lainnya.
Hal itu pun direspons oleh warga Inggris dengan membuat petisi agar Duta Besar (Dubes) Israel untuk Inggris diusir dari wilayah Britania Raya.
Dikutip dari middleeastmonitor, Jumat (6/1/2024) petisi yang meminta pengusiran Dubes Israel untuk Inggris Tzipi Hotovely, telah mengumpulkan lebih dari 10.000 tanda tangan, memicu potensi diskusi di parlemen Inggris.
Baca Juga: Kronologi Pengungkapan Kasus Pencurian Ratusan Kendaraan Libatkan 3 Oknum TNI
Sebuah petisi di Change.org yang menyerukan pengusiran Dubes Israel untuk Inggris, Tzipi Hotovely, mendapatkan perhatian yang signifikan, mengumpulkan lebih dari 80.450 tanda tangan dalam satu hari, menurut laporan Anadolu Agency .
Petisi tersebut, yang telah melampaui ambang batas 10.000 tanda tangan yang memicu tanggapan dari parlemen Inggris, menegaskan bahwa Hotovely sekarang menggunakan “bahasa genosida.”
“Duta Besar sekarang menggunakan bahasa genosida secara terbuka dan menganjurkan agar tindakan genosida dilakukan. Pembersihan etnis di Gaza dan Tepi Barat terus berlanjut,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: Kompolnas Surati Kapolda Metro Terkait Aksi Kasar Polisi Penangkap Saipul Jamil
Dukungan yang berkembang pesat mencerminkan beragam suara yang menyerukan akuntabilitas sehubungan dengan pernyataan duta besar baru-baru ini.
Hotovely, yang dikenal karena pandangannya yang teguh, dengan tegas menolak gagasan solusi dua negara, dan menyatakan “sama sekali tidak” terhadap prospek negara Palestina di masa depan.
Setelah 100.000 tanda tangan, petisi dipertimbangkan untuk diperdebatkan di parlemen.
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Middle East Monitor