INDOZONE.ID - Di tengah kontroversi dan kritik, Pemerintah telah menerbitkan aturan baru yang menetapkan kepolisian, sebagai satu-satunya pihak yang berwenang memberikan izin aborsi bagi korban pemerkosaan.
Berikut 4 fakta pemerintah legalkan izin aborsi bagi korban pemerkosaan.
Aturan Baru dari Kepolisian sebagai Otoritas Tunggal
Aturan baru yang diterbitkan minggu ini, menetapkan bahwa korban pemerkosaan yang ingin melakukan aborsi harus mendapatkan izin dari kepolisian. Sebelumnya, izin ini bisa diperoleh dari tenaga medis atau psikolog.
Namun, dengan adanya aturan baru ini, hanya polisi yang dapat mengeluarkan dokumen yang mengakui seseorang sebagai korban pemerkosaan.
Kebijakan ini dianggap oleh banyak pihak, sebagai langkah mundur dalam upaya melindungi hak-hak perempuan di Indonesia.
Dalam konteks ini, juru bicara kepolisian nasional belum memberikan penjelasan rinci tentang prosedur baru ini, termasuk bagaimana polisi akan menangani kasus pemerkosaan, memberikan kontrasepsi darurat, atau menyediakan layanan aborsi yang aman.
Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran mengenai efektivitas dan keadilan, dari implementasi aturan baru tersebut.
Baca Juga: Pemerintah Resmi Izinkan Aborsi untuk Korban Pemerkosaan
Kekhawatiran dari Aktivis Hak Asasi Perempuan
Para aktivis hak asasi perempuan menyuarakan kekhawatiran mereka, bahwa aturan baru ini akan membuat korban pemerkosaan enggan mencari bantuan.
Maidina Rahmawati dari Lembaga Reformasi Hukum Pidana Indonesia (ICJR) mengungkapkan bahwa kepolisian belum memiliki peraturan internal yang jelas tentang bantuan bagi korban pemerkosaan, termasuk layanan aborsi aman dan kontrasepsi darurat.
Ketiadaan peraturan yang jelas ini dapat mengakibatkan penanganan kasus yang tidak memadai dan berpotensi merugikan korban. Menurut para aktivis, kebijakan ini bisa membuat korban pemerkosaan semakin takut dan enggan untuk melapor kepada pihak berwenang.
Dalam situasi di mana aborsi masih dianggap tabu, penetapan aturan yang hanya mengizinkan polisi untuk memberikan izin aborsi justru dapat mempersulit korban dalam mengakses hak-hak mereka.
Baca Juga: Polisi Bongkar Praktik Aborsi Ilegal di Sebuah Apartemen Kelapa Gading, Pasien Bayar Puluhan Juta
Pengaruh Budaya dan Norma Sosial
Olin Monteiro dari kelompok Jakarta Feminist menyoroti bahwa nilai-nilai budaya, norma, dan agama, masih menjadi penghalang bagi perempuan untuk mengakses hak mereka dalam mengakhiri kehamilan.
"Secara umum, perempuan masih takut karena budaya, norma, dan juga agama," katanya.
Perubahan aturan ini berarti korban hanya memiliki satu pilihan, yaitu pergi ke polisi, yang sangat membatasi.
Dalam banyak kasus, perempuan yang mengalami pemerkosaan merasa malu atau takut untuk melapor karena takut disalahkan atau dipermalukan.
Ketakutan ini diperparah dengan adanya norma-norma sosial yang menganggap aborsi sebagai tindakan yang tidak bermoral.
Oleh karena itu, banyak korban memilih untuk tidak melaporkan kejadian pemerkosaan atau mencari bantuan medis yang mereka butuhkan.
Dampak Potensial dan Seruan untuk Revisi
Tunggal Pawestri, seorang aktivis perempuan, menilai bahwa aturan ini tidak memberikan dukungan yang memadai bagi korban pemerkosaan dan justru merupakan langkah mundur.
Ia menyatakan bahwa aturan ini tidak hanya membatasi akses korban terhadap layanan aborsi yang aman, tetapi juga menunjukkan kurangnya pemahaman dan empati terhadap kondisi psikologis dan fisik korban.
Para aktivis hak asasi perempuan mendesak agar aturan ini segera ditinjau kembali. Mereka menekankan pentingnya memberikan akses yang lebih mudah dan cepat kepada korban pemerkosaan, untuk mendapatkan layanan medis dan psikologis yang mereka butuhkan.
Revisi aturan ini diharapkan dapat memperluas otoritas yang bisa memberikan izin aborsi, tidak hanya terbatas pada kepolisian, tetapi juga melibatkan tenaga medis dan psikolog yang berpengalaman dalam menangani kasus kekerasan seksual.
Selain itu, perlu adanya pelatihan khusus bagi petugas kepolisian untuk menangani kasus pemerkosaan dengan lebih sensitif dan profesional.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan korban terhadap pihak berwenang dan mendorong mereka untuk melapor, serta mencari bantuan yang mereka butuhkan.
Demikian beberapa penjelasan mengenai 4 fakta pemerintah legalkan izin aborsi bagi korban pemerkosaan.
Dengan adanya aturan baru ini, diharapkan adanya dialog dan revisi yang mempertimbangkan hak dari korban pemerkosaan.
Dukungan yang memadai adalah hal yang sangat penting untuk memastikan hak asasi perempuan tetap terlindungi.
Para aktivis dan masyarakat luas berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali aturan ini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Channelnewsasia.com