MAM dan MS sepakat membentuk lima kelompok "cyber army" dengan nama sandi Mustafa, yang terdiri dari sekitar 150 buzzer.
Tugas para buzzer ini adalah membanjiri internet dengan komentar negatif terhadap Kejagung, mengikuti narasi konten yang sudah disusun.
Tiap buzzer dibayar Rp1,5 juta.
Berdasarkan hasil penyidikan, terungkap bahwa MAM menerima dua kali pembayaran dengan total mencapai Rp864,5 juta.
Pembayaran pertama Rp697,5 juta dari MS melalui staf keuangan kantor hukum AALF.
Pembayaran kedua Rp167 juta, yang diserahkan melalui kurir bernama RKY, juga di kantor yang sama.
Baca Juga: Berantas Korupsi di Tanah Air, Presiden Prabowo Subianto Ngaku Dapat Ancaman
Dalam upaya mengaburkan jejak, MAM juga diketahui merusak dan menghilangkan barang bukti berupa ponsel berisi percakapan dengan MS dan JS.
HP itu menyimpan video, konten negatif, serta instruksi pengerahan pasukan buzzer.
Tindakan MAM dan koleganya dinilai sebagai upaya menggiring opini negatif terhadap penyidik, jaksa, hingga pimpinan Kejaksaan Agung.
Tujuannya para tersangka yaitu menggagalkan pembuktian perkara di pengadilan.
Atas perbuatannya, MAM dijerat dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah lewat UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
MAM langsung ditahan selama 20 hari berdasarkan Surat Perintah Penahanan PRIN-31./F.2/Fd.2/05/2025.
Ia kini ditahan di Rutan Salemba, cabang Kejagung.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Kejagung