Pengemudi ojek online melintas di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (10/2/2025).
INDOZONE.ID - Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) yang menaungi pelaku industri mobilitas dan pengantaran berbasis platform digital di Indonesia, memahami semangat gotong royong dalam mendukung mitra di Hari Raya serta menghargai perhatian pemerintah terhadap Mitra platform digital.
Komentar itu menyikapi pengemudi atau ojek online (online) yang melakukan demonstrasi di berbagai kota di Indonesia pada Senin, 17 Februari 2025. Mereka mendesak pemerintah menerbitkan regulasi terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR).
Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha menegaskan keberatannya jika regulasi dibuat tidak berimbang dan hanya mementingkan satu pihak saja.
“Namun, perlu diingat jika kebijakan yang diatur tidak berimbang maka berpotensi menimbulkan dampak ekonomi serius bagi industri berkembang yang memiliki ekosistem bisnis yang unik, dibandingkan sektor konvensional. Dalam praktiknya, pelaku industri on-demand masih menghadapi berbagai tantangan dalam mengusahakan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan,” tutur Agung dalam pernyataan yang diterima Indozone, Kamis (20/2/2025).
Baca Juga: Ekonom: THR Ojol Berpotensi Jadi Preseden Buruk bagi Iklim Investasi
Ia menjelaskan bahwa kondisi saat ini, sektor platform digital (aplikator) telah memberikan akses bagi jutaan individu untuk memperoleh penghasilan alternatif dengan fleksibilitas tinggi, sebuah karakteristik utama yang menjadi daya tarik industri ini.
Agung memaparkan, berdasarkan data ITB (2023), model kerja fleksibel tersebut bahkan telah berkontribusi pada 2% dari PDB Indonesia pada tahun 2022.
“Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diterbitkan tidak justru menghambat pertumbuhan atau bahkan membatasi manfaat yang telah diberikan kepada para mitra,” ungkapnya.
Baca Juga: Pengemudi Ojol Demo Massal di Kemnaker, Tuntut Dapat THR
Selain itu, berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) BPS, Indonesia memiliki 84,2 juta pekerja informal, dengan 41,6 juta di antaranya sebagai pekerja gig. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,8 juta atau 4,6% bekerja di layanan ride-hailing seperti ojek dan taksi online.
“Artinya, regulasi yang kurang tepat pasti dapat berdampak pada jutaan individu yang menggantungkan hidupnya pada industri ini,” Agung mewanti-wanti.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Narasumber