“Karena kedalamannya, diperlukan peralatan khusus, bahkan penyelam harus ditarik ke permukaan untuk mengurangi beban saat kembali ke atas,” ucapnya.
Disisi lain, mereka juga berhasil mengungkap fenomena khas cenote yang belum pernah disentuh oleh ilmu pengetahuan sebelumnya yakni telah ditemukan lapisan H2S (hidrogen sulfida) yang sangat tebal—jauh melampaui ketebalan biasa yang hanya sekitar 2 meter.
"Di kedalaman sekitar 20 meter, lapisan H2S ini berinteraksi dengan oksigen yang ada di dalam air, membentuk asam sulfat yang sangat korosif,” sebut Juswono.
Lanjut Juswono menuturkan, meski lapisan H2S tersebut biasanya menandai batas kehidupan, namun mereka juga menemukan beberapa spesies udang yang berenang di dalamnya. Tentu hal ini membuatnya dan tim sangat terkejut, mengingat H2S dikenal sangat sepi dari kehidupan, sedangkan area di atasnya dipenuhi kabut yang kaya dengan kehidupan.
“Saya kira udang-udang ini diduga memiliki kemampuan khusus untuk mentolerir H2S, bisa saja demgan memanfaatkan lingkungan ekstrem ini untuk mencari makanan yang tidak bisa diakses oleh makhluk lain," katanya.
Baca Juga: Pakar Hukum Tata Negara UGM Pesimis Pemberantasan Korupsi Semakin Baik, Ini Alasannya
Dari paparan tim ekspedisi itulah, kegiatan ini tidak hanya membuka wawasan baru mengenai kekayaan alam di Kepulauan Banggai, justru untuk menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi internasional dalam penelitian ilmiah.
Sehingga, dengan ditemukannya berbagai fenomena unik dan mikroba baru, diharapkan bisa menjadi landasan bagi penelitian-penelitian lanjutan yang akan menggali lebih dalam potensi karst di Indonesia dan kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan global.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Rilis