Anak gajah Sumatera yang kehilangan separuh belalainya akibat terkena jerat pemburu akhirnya mati. Hal itu diungkap langsung oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Agus Arianto, Selasa (15/11).
Ia mengatakan anak gajah Sumatera yang sempat dirawat di Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Aceh Besar tersebut akhirnya mati.
"Dia (gajah) tidak bisa bertahan. Petugas medis sudah berupaya maksimal untuk mengobati luka yang terdapat pada belalai gajah tersebut," kata Agus, seperti yang dikutip Indozone dari laman VOA Indonesia, Jumat (19/11/2021).
Ia menjelaskan, bayi gajah Sumatera berjenis kelamin betina berusia sekitar satu tahun itu sebelumnya diselamatkan pada hari Minggu (14/11) sekitar pukul 14.00 WIB dari wilayah Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya.
Usai diselamatkan, gajah itu langsung mendapatkan penanganan medis karena luka serius akibat terkena jerat pada bagian tengah belalainya.
"Gajah tersebut berdasarkan informasi masyarakat terlihat terpisah dari rombongan dalam kondisi terluka. Jadi dia tidak terjerat di situ. Ketika didapati gajah itu sudah terluka akibat jerat yang tersisa menempel di belalainya," ungkapnya.
Kemudian sesuai pertimbangan tim medis, anak gajah liar tersebut harus mendapatkan perawatan lebih lanjut sehingga dievakuasi ke PLG Saree, Aceh Besar. Setelah dua hari dirawat bayi gajah liar tersebut tidak dapat bertahan.
Menurut hasil nekropsi yang dilakukan oleh tim medis diketahui bahwa anak gajah itu mengalami infeksi sekunder akibat luka yang terbuka.
"Pertimbangan tim medis bahwa ini tidak bisa dilepasliarkan langsung ke alam liar karena kondisi belalainya (terluka), karena juga terlihat bahwa gajah kondisinya kurus. Artinya, proses pencarian makannya tidak optimal. Fungsi belalai yang merupakan alat vital gajah untuk makan sudah tidak berfungsi karena terkena jerat dan sudah membusuk," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia mengatakan BKSDA Aceh dengan tegas meminta seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya gajah Sumatera. Caranya dengan tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati.
"Masyarakat jangan memasang jerat maupun racun yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi karena itu dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," pungkasnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: