Evolusi Dedi Mulyadi: Beroposisi dengan FPI hingga Jadi Pemimpin Kontroversial yang Dikagumi
INDOZONE.ID - Dedi Mulyadi tampaknya menjadi kepala daerah paling populer saat ini. Keaktifannya di media sosial membuat dia tak hanya dikenal oleh warga Jawa Barat, wilayah kerja dia sebagai gubernur, tapi juga menjadi perhatian nasional.
Dedi Mulyadi yang lahir di Sukasari, Subang, pada 11 April 1971, adalah figur yang memulai dari bawah, dari legislator lokal, kemudian kepala daerah, yang berhasil memanfaatkan budaya lokal dan gaya populis sebagai kekuatan narasinya.
Seperti apa perjalanan karier politik Dedi Mulyadi hingga menjadi perhatian nasional seperti saat ini? Simak selengkapnya di sini.
Awal Karier Politik Dedi Mulyadi
Dedi Mulyadi, yang kini lebih dikenal sebagai KDM atau Kang Dedi Mulyadi, memiliki karier politik yang terhitung cukup cemerlang.
Mulai dari Legislator Lokal
Selepas meraih gelar 'Sarjana Hukum' dari Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman Purwakarta pada 1999, Dedi terpilih sebagai Anggota DPRD Purwakarta Periode 1999-2004.
Dalam tiga tahun ke depan, ia juga aktif dalam struktural partai serta organisasi masyarakat, misalnya menjadi Wakil Ketua Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (GM-FKPPI) pada 2002.
Pada usia 32 tahun, kariernya melesat: ia dipilih sebagai Wakil Bupati Purwakarta (2003–2008) mendampingi Lily Hambali Hasan.
Menanjak sebagai Bupati Purwakarta (2008–2018)
Keberhasilan itu membuatnya percaya diri untuk meniti karier lebih tinggi, dengan mencalonkan diri sebagai Bupati Purwakarta Periode 2008-2013 berpasangan dengan Dudung B. Supardi.
Dedi Mulyadi pun menjadi Bupati Purwakarta pertama yang dipilih langsung oleh rakyat. Keberhasilan ini dilakukan lagi pada pilkada 2013 bersama Dadan Koswara.
Gaya Tradisional dan Kontroversial
Dikenal inovatif, Dedi memperkenalkan berbagai peraturan tradisional, yaitu lokal berbau adat dan budaya Sunda. Misalnya, kebijakan jam malam bagi mahasiswa, denda adat bagi pasangan yang pacaran di malam hari, serta pemasangan CCTV desa.
Kebijakan ini menuai kritik sekaligus dukungan. Beberapa menilainya progresif dan melindungi moral, yang lain menganggapnya otoriter.
Pada 2015–2016, ia menghadapi oposisi kuat dari Front Pembela Islam (FPI), ormas Islam yang kerap bersikap keras dengan hal-hal yang dianggap tak sesuai dengan syariat.
Perseteruan dengan FPI
Perseteruan Dedi Mulyadi dengan FPI berasal dari kebijakannya yang memperbolehkan instalasi patung wayang Sunda di Purwakarta. Dedi yang saat itu menjabat sebagai bupati, mempertanyakan sikap FPI yang komplain dengan pembangunan patung di wilayahnya.
Baca Juga: Buntut Anak Diseret ke Barak Militer, Dedi Mulyadi Dilaporkan ke Bareskrim Polri
Bagi Dedi, sikap tersebut cenderung mendua, karena FPI tak menunjukkan sikap yang sama terhadap keberadaan patung di tempat lain, seperti di kantor polisi atau markas TNI.
Karena perseteruan ini, Dedi sempat dilarang menghadiri acara penghargaan apresiasi kebudayaan dari Federasi Teater Indonesia di Taman Ismail Marzuki (TIM). Ia juga dicap sebagai 'Raja Syirik' karena mengizinkan pembangunan patung, yang oleh FPI dianggap sebagai simbol kemusyrikan.
Saat itu FPI melakukan sweeping untuk mencari keberadaan Dedi, mengatasnamakan warga Jakarta dan menyebut tak sudi Dedi Mulyadi menginjakkan kaki di Ibu Kota. Ini jadi momen kontroversial yang justru meningkatkan visibilitasnya.
Soal penghargaan kebudayaan, pada 2021 Dedi juga menerima penghargaan Satyalancana Kebudayaan dari Presiden RI karena dedikasinya menjaga dan mengangkat budaya Sunda.
Skala Kepemimpinan Lebih Luas Menuju Puncak Popularitas
Selepas dua periode sebagai bupati, ia melompat ke DPR RI periode 2019–2023 mewakili Dapil Jawa Barat VII di bawah bendera Golkar. Dedi menjabat sebagai Ketua DPD Golkar Jawa Barat sejak 2016.
Pada Mei 2023, ia memutuskan hengkang dari Golkar dan bergabung ke Gerindra, membidik panggung pilgub Jabar.
Pilkada Jabar 2024
Didukung oleh Gerindra dan Golkar, Dedi Mulyadi berpasangan dengan Erwan Setiawan dalam pilgub 27 November 2024. Pasangan nomor urut 4 ini memenangkan kontestasi dengan perolehan suara 62,22%, mendominasi seluruh 27 kabupaten/kota se‑Jabar.
Dedi dilantik sebagai Gubernur Ke-15 Jawa Barat pada 20 Februari 2025. Selangkah menjadi figur nasional, ia segera melaksanakan sejumlah kebijakan menonjol yang cukup kontroversial di kalangan masyarakat.
Reformasi Pendidikan
Di sektor pendidikan, Dedi melarang sekolah untuk membebani siswa dengan PR. Dia juga menerapkan jam malam bagi anak, yaitu larangan aktivitas di luar rumah pada 21.00-04.00.
Ini sejalan dengan jam masuk sekolah yang ditetapkan lebih awal, yaitu pukul 06.30 bagi PAUD hingga SMA. Ia bahkan mendelegitimasi kepala sekolah yang tidak mematuhi instruksi.
Program lain yang juga menjadi sorotan adalah “barak militer” untuk siswa bermasalah. Ini menjadi perhatian luas, hingga muncul laporan ke Komnas HAM dan Bareskrim Polri. Namun Dedi membela diri, dengan dukungan dari Menteri HAM yang memandang kebijakan ini berpotensi diterapkan secara nasional.
Evolusi dan Arah ke Depan
Awal karier Dedi Mulyadi sebagai legislatif lokal menunjukkan dedikasi panjang, dari partai hingga organisasi budaya dan sosial. Saat menjadi bupati, strategi membawa kearifan lokal—bahasa, adat, bahkan patung wayang—menciptakan citra “budayawan-pejuang rakyat”.
Di DPR RI dan Pilgub, ia piawai memutar keseimbangan antara ide nasional dan figur rakyat, yang resonan dengan polaritas politik masa kini.
Dari bonus pribadi untuk atlet, intervensi langsung dalam pendidikan, hingga politik moral—semua memperlihatkan gaya “hands-on, hands-in-impact”.
Baca Juga: Gubernur Dedi Mulyadi Resmi Hapus PR Bagi Pelajar di Jawa Barat, Fokus Belajar Cuma di Sekolah!
Kontroversi FPI, penerapan jam malam, hingga barak militer, menuai pro kontra, baik respons dari orang tua, guru, hingga asosiasi pendidikan.
Namun kontroversi seputar kebijakan Dedi justru meningkatkan popularitasnya. Program dan kebijakannya selalu tersiar di liputan media arus utama dan digital, membuatnya selalu berada dalam sorotan. Bagi sebagian masyarakat, sikap Dedi juga menunjukkan dirinya tidak takut mengambil langkah tegas untuk perubahan.
Sebagai Gubernur yang baru 4 bulan berkuasa, tantangan Dedi Mulyadi ke depan cukup berat. Ia harus menyeimbangkan pendekatan tegas dan perlindungan hak individu, membangun reformasi pendidikan dan infrastruktur Jabar, serta membuktikan bahwa pendekatan populisnya juga dapat menghasilkan kemajuan jangka panjang yang berkelanjutan.
Dari tak dikenal menjadi pusat perhatian nasional, Dedi telah mengukir cap sebagai pemimpin kontroversial yang dikagumi.
Perjalanannya berada di persimpangan budaya, aksi nyata, serta politik digital, yang menjadi resonansi yang semakin kuat di tengah arus perubahan masyarakat Indonesia.
Seperti Dedi Mulyadi, Indozone juga mengalami evolusi yang nyaris sama. Dari tak dikenal, popularitas Indozone semakin luas di media sosial. Tak hanya itu, Indozone juga memperlebar dan menguatkan keberadaannya dengan menjadi portal berita terpercaya yang diakui Dewan Pers.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Antara