Rabu, 18 JUNI 2025 • 08:45 WIB

Pakar Geodesi UGM: Polemik Pulau di Perbatasan Aceh–Sumut Bisa Terulang Jika Pendataan Tidak Tertib

Author

Pakar Ilmu Geodesi, Universitas Gadjah Mada, I Made Andi Arsana, saat jumpa pers, pada Selasa (17/6/2025). (Olivia Rianjani)

INDOZONE.ID - Presiden Prabowo baru saja memutuskan empat pulau yang disengketakan antara Aceh dan Sumatera Utara masuk wilayah Aceh. Penetapan ini berdasarkan dokumen administrasi yang dimiliki pemerintah.

Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, dalam konferensi persnya di Jakarta, Selasa (17/6/2025). Dengan adanya keputusan ini, Prasetyo meminta masyarakat tidak mempercayai isu liar mengenai polemik rebutan empat pulau itu.

"Berdasarkan laporan dari Kemendagri, berdasarkan dokumen-dokumen, data-data pendukung kemudian tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa pemerintah berlandaskan pada dasar-dasar dokumen yang telah dimiliki pemerintah telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau yaitu, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif berdasrakan dokumen yangg dimiliki pemerintah adalah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh," kata Prasetyo Hadi.

Meski begitu, Pakar Ilmu Geodesi, Universitas Gadjah Mada (UGM), I Made Andi Arsana, berharap hal semacam ini tidak lagi muncul.

Menurut Andi, hal ini dapat berpotensi terjadi permasalahan serupa. Mengingat, Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau, banyak di antaranya tidak berpenghuni dan belum terinventarisasi dengan baik. 

"Kalau bertanya harapan ya, saya sih terus terang berharap tidak ada lagi. Tapi dengan kita punya 17 ribu lebih pulau ini, yang sebagian besar pulau-pulau kecil, yang tidak berpenghuni, rasanya bukan tidak mungkin isu itu muncul didaerah lain," ujar Andi kepada awak media, Selasa (17/6/2025).

Baca juga: Dosen UGM Ini Sebut Pangan Biru Jadi Solusi Inklusif Hadapi Krisis Iklim

Menurut Andi, verifikasi dan penetapan jumlah pulau secara nasional seharusnya sudah selesai. Apabila masih ada yang belum pas, kata Andi, harus dipaskan kembali terkait data tersebut. 

"Masing-masing provinsi harusnya sudah tahu punya berapa pulau. Sekarang kita harus mendorong provinsi itu benar-benar menginventarisir, lengkap dengan administrasi dan data yang sah," jelasnya.

Mengatasi masalah polemik dokumen terkait empat pulau yang disebut berasal dari tahun 1992, membuat tekanan akan pentingnya pembuktian keaslian. Jika dokumen asli, tidak lagi ditemukan sengketa.

Dalam hal ini, Aceh sebagai pihak yang merasa memiliki harus bisa membuktikan keabsahan salinan dokumen tersebut secara ilmiah dan legalitas. 

"Kalau memang tidak ketemu, maka yang paling harus berjuang tentu Aceh. Berarti fotokopinya itu harus bisa dibuktikan itu asli. Berarti harus menggunakan pihak dan teknologi yang tepat, bahkan forensik," tegasnya.

Terkait penyelesaian, Andi menyebutkan, kompromi, negosiasi, dan mediasi merupakan jalur utama yang perlu diutamakan. Namun jika tidak tercapai, maka jalur hukum menjadi alternatif polemik tersebut.

Meski bukan pakar hukum, ia menilai, masalah tumpang tindih klaim wilayah administratif harus segera diselesaikan agar tidak menjadi masalah serupa. 

"Bukan tidak mungkin bagi pihak itu menemukan salah. Tapi intinya adalah lewat jalur hukum, apapun itu,"  pungkas Andi.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Liputan Langsung