Kategori Berita
Media Network
Jumat, 13 JUNI 2025 • 18:05 WIB

Guru Besar FH UGM Adrianto Dwi Nugroho Soroti Prinsip Keadilan Kebijakan Pajak Minimum Global, Ini Katanya.

 
INDOZONE.ID - Pajak Minimum Global atau global minimum tax (GMT) yang diusung Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan. Terutama, dalam memastikan perusahaan multinasional membayar porsi kewajiban perpajakan yang adil.
 
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, selain menjadi komoditas ekonomi dan politik internasional, kebijakan GMT dinilai melampaui batas kedaulatan perpajakan sebuah negara. 

“Ada yang menilai GMT terlalu kompleks, ada pula yang menilai kebijakan tersebut melampaui batas-batas kedaulatan pajak sebuah negara,” ujar Prof. Adrianto Dwi Nugroho, dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Pajak Perusahaan pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (12/6/2025), di Balai Senat, Gedung Pusat UGM. 

Dalam pidato pengukuhan yang mengangkat soal pajak minimum global dalam teori Keadilan John Rawls, Adrianto menilai, penting untuk mengevaluasi esensi dari kebijakan GMT agar keadilan dalam sistem perpajakan dapat tercipta.

Adrianto menjelaskan, teori keadilan dapat digunakan untuk mengevaluasi esensi dari kebijakan GMT. Penggunaan teori ini, dapat melahirkan usulan kebijakan yang lebih koheren dan mudah dipahami secara lebih luas.

Dalam hal ini, Adrianto memilih teori John Rawls, untuk memberikan perspektif moral yang mengedepankan kebebasan.

“Pada teori keadilan Rawls, pajak merupakan alat pada cabang urusan distribusi dari pemerintahan, setelah urusan alokasi, stabilisasi, dan peralihan,” jelas Adrianto. 

BACA JUGA: Cerita Haru Elsa, Anak Marbot Masjid Lolos Masuk UGM Tanpa Tes dan Beasiswa Subsidi UKT

Ketiga cabang ini akan mendekatkan pajak pada pemenuhan prinsip keadilan, yang akan tercapai apabila keseluruhan dari kelompok paling marginal telah seimbang. Harapannya, jangka panjang mereka terhadap kesetaraan, kebebasan, dan juga pemerataan kesempatan bisa terpenuhi.

Lebih lanjut, Adrianto mengungkapkan, adil atau tidaknya suatu kebijakan perpajakan tidak ditentukan secara kuantitatif, melainkan secara kualitatif.

"Tepatnya, prinsip keadilan ini tidak membahas tentang jumlah dan metode distribusi kesejahteraan, namun hanya menekankan pada adanya distribusi kebebasan dan primary good lainnya. Hal ini pun membuka peluang untuk menganalisis GMT pada arsitektur inti dari GloBE rules," imbuhnya.

Lebih lanjut, dalam teori ini pun menjelaskan, bentuk badan hukum tunduk pada prinsip keadilan Rawls yang berhak untuk mendapatkan perlakuan yang adil, baik secara horizontal maupun vertikal.

Adrianto pun menjelaskan mengenai fitur-fitur dalam GMT, yang disandingkan dengan teori Rawls. Menurutnya, kebijakan ini telah sesuai dengan teori keadilan oleh Rawls.

"Sebagai contoh, pengenaan Top Up Tax terhadap perusahaan multinasional yang membayar PPh badan di bawah tarif minimum 15 persen, bertujuan agar perusahaan-perusahaan yang beroperasi di suatu negara dan telah melewati ambang batas penghasilan tertentu akan menanggung beban pajak yang sama," urainya.

BACA JUGA: Dosen UGM Ini Sebut Pangan Biru Jadi Solusi Inklusif Hadapi Krisis Iklim

Selain itu, tambahan penerimaan negara dalam bentuk Top Up Tax memungkinkan negara melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan minimum bagi setiap orang yang berdomisili di wilayahnya.

Di akhir pidatonya, Adrianto menuturkan bahwa teori-teori keadilan dapat menjadi batu uji dalam menelaah berbagai kebijakan perpajakan internasional, khususnya yang menyasar laba usaha yang diperoleh dari badan.

Narasi ketidakadilan yang seringkali disebabkan hilangnya pendapatan negara, akibat ketidakmampuan hukum pajak dalam mengenakan PPh atas laba multinasional, seringkali diajukan OECD sebagai alasan untuk mengubah tatanan perpajakan internasional.

“Untuk mengimbangi narasi tersebut, berbagai kebijakan yang diformulasikan oleh OECD perlu ditelaah dengan menggunakan teori-teori keadilan, agar kebijakan perpajakan yang koheren dapat tercipta, dan kepatuhan perpajakan sukarela dari perusahaan-perusahaan multinasional dapat ditingkatkan,” ungkapnya.

Ia pun menjelaskan, walaupun kebijakan GMT merupakan bentuk intervensi terhadap pengaturan pajak domestik, namun pengenaannya merupakan upaya kolektif untuk mengakhiri harmful tax competition.

Sebagai informasi, Prof. Adrianto merupakan salah satu dari 532 Guru Besar Aktif yang dimiliki UGM, dan di tingkat fakultas merupakan salah satu dari 15 Guru Besar Aktif dari 25, yang pernah dimiliki Fakultas Hukum UGM.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Keterangan Pers

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Guru Besar FH UGM Adrianto Dwi Nugroho Soroti Prinsip Keadilan Kebijakan Pajak Minimum Global, Ini Katanya.

Link berhasil disalin!