Minggu, 13 OKTOBER 2024 • 10:40 WIB

Presiden Ukraina Zelenskyy Berharap Perang dengan Rusia Berakhir Tahun Depan

Author

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, kiri, dan Kanselir Jerman Olaf Scholz tiba untuk pertemuan di kanselir di Berlin, Jerman, Jumat, 11 Oktober 2024. (channelnewsasia.com)

INDOZONE.ID - Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, menyatakan harapannya agar perang melawan Rusia bisa berakhir tahun depan.

Pernyataan ini ia sampaikan pada Jumat (11/10/2024), saat mengunjungi Berlin untuk meminta dukungan militer yang terus berlanjut dari Jerman.

Menghadapi musim dingin ketiga di tengah perang, Zelenskyy melakukan perjalanan cepat ke beberapa ibu kota Eropa, termasuk London, Paris, dan Roma, untuk mencari dukungan.

Saat bertemu dengan Kanselir Jerman, Olaf Scholz, Zelenskyy yang mengenakan pakaian militernya mengucapkan terima kasih atas dukungan Jerman.

Ia menegaskan pentingnya agar bantuan tersebut tidak berkurang di tahun mendatang.

Zelenskyy juga menyampaikan rencananya untuk memenangkan perang dan berharap agar konflik ini bisa selesai "paling lambat tahun depan, 2025".

Ia menambahkan bahwa Ukraina sangat mendambakan berakhirnya perang ini secara adil dan cepat, mengingat perang ini menghancurkan negaranya dan merenggut nyawa rakyatnya.

Dukungan Terus-Menerus dari Jerman dan Uni Eropa

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan kanselir Jerman Olaf Scholz berjabat tangan di kanselir di Berlin, Jerman, Jumat, 11 Oktober 2024. (channelnewsasia.com)

Scholz menyatakan komitmen bahwa Jerman dan mitra Uni Eropa akan terus mengirimkan peralatan pertahanan tahun ini, serta bantuan senilai empat miliar euro (Rp68 T) untuk tahun 2025.

Baca Juga: Presiden Zelenskyy Klaim Perang Ukraina dengan Rusia Akan Segera Berakhir

Ia menegaskan bahwa "kami tidak akan menghentikan dukungan kami untuk Ukraina".

Keduanya juga sepakat bahwa konferensi perdamaian yang melibatkan Rusia perlu diadakan, namun Scholz menekankan bahwa perdamaian hanya bisa dicapai berdasarkan hukum internasional.

Ia menambahkan, "Kami tidak akan menerima perdamaian yang didikte oleh Rusia."

Setelah pertemuan dengan Scholz, Zelenskyy melanjutkan agendanya dengan bertemu Presiden Jerman, Frank-Walter Steinmeier.

Pertemuan ini dilakukan di tengah kekhawatiran Ukraina akan menurunnya dukungan dari sekutu Eropa, jika Donald Trump memenangkan pemilihan presiden AS bulan depan.

Pertemuan pertahanan yang seharusnya berlangsung pada Sabtu di pangkalan udara AS di Ramstein, Jerman, ditunda setelah Presiden AS Joe Biden membatalkan kunjungannya karena Badai Milton.

Jerman adalah penyumbang bantuan militer terbesar kedua bagi Ukraina setelah Amerika Serikat, tetapi Scholz tetap menolak pengiriman sistem rudal jarak jauh Taurus karena khawatir akan memperparah ketegangan dengan Rusia.

Pertemuan dengan Paus Fransiskus

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Paus Fransiskus di Vatikan, Jumat, 11 Oktober 2024. (channelnewsasia.com)

Zelenskyy memulai harinya dengan kunjungan ke Vatikan untuk bertemu Paus Fransiskus, dalam audiensi pribadi kedua sejak invasi Rusia pada Februari 2022.

Paus berulang kali menyerukan perdamaian di Ukraina dan secara rutin berdoa untuk rakyat Ukraina.

Namun, Kyiv sempat tersinggung ketika Paus mengusulkan agar Ukraina "mengibarkan bendera putih dan bernegosiasi".

Baca Juga: Zelenskyy Bilang Perang Masuki Fase Krusial, Ukraina Serang Fasilitas Minyak Rusia

Dalam pernyataan di media sosial, Zelenskyy mengatakan bahwa pembicaraannya dengan Paus berfokus pada isu menyakitkan terkait warga Ukraina yang ditangkap dan dideportasi ke Rusia, dan ia berharap Vatikan dapat membantu dalam upaya ini.

Serangan Rusia dan Situasi di Ukraina

Kehancuran kota akibat perang Ukraina Vs Rusia. (NATIONAL POLICE OF UKRAINE via REUTERS)

Pasukan Rusia terus membuat kekacauan di garis depan timur dan menyerang infrastruktur listrik Ukraina. Rusia mengklaim telah merebut desa-desa Zhelanne Druge dan Ostrivske.

Sementara itu, serangan udara Rusia di wilayah Odesa, Ukraina selatan, menewaskan empat orang, termasuk seorang remaja perempuan, dan melukai sepuluh orang lainnya.

Zelenskyy terus mendorong sekutu-sekutu untuk mengizinkan penggunaan senjata jarak jauh, termasuk rudal Storm Shadow dari Inggris, untuk menargetkan fasilitas militer di Rusia.

Namun, Washington dan London masih ragu-ragu memberi izin karena khawatir dapat memicu keterlibatan langsung NATO dalam konflik ini.

Keputusan Scholz sebagai Kanselir Jerman untuk tidak mengirim rudal Taurus memicu kontroversi di Jerman, bahkan di antara anggota koalisinya sendiri.

Anton Hofreiter, anggota parlemen Eropa dari Partai Hijau, menegaskan bahwa Jerman perlu memasok lebih banyak senjata pertahanan udara, amunisi, dan senjata jarak jauh ke Ukraina.

Ia berpendapat bahwa pembatasan jarak senjata tidak membantu meredakan konflik, tetapi justru memungkinkan Rusia melanjutkan serangannya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Channelnewsasia.com