Perintahkan Dokter Mogok Kembali Kerja, Pemerintah Korea Selatan Beri Ancaman 3 Tahun Penjara
INDOZONE.ID - Pemerintah Korea Selatan memerintahkan agar ribuan dokter peserta pelatihan yang melakukan aksi mogok, untuk kembali bekerja.
Instruksi ini disampaikan saat para dokter peserta pelatihan marah dengan rencana Korea Selatan untuk meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran secara tajam di negara tersebut.
Di sisi lain, pemerintah mengatakan reformasi diperlukan karena kurangnya dokter yang berkualitas.
Namun para pengunjuk rasa mengatakan kondisi kerja yang lebih baik dan kompensasi diperlukan sebelum menambah jumlah siswa.
Baca Juga: Korea Selatan Larang Rakyatnya Produksi, Jual, dan Makan Daging Anjing
Aksi mogok yang dilakukan oleh dokter peserta pelatihan itu pun tidak dibenarkan oleh pemerintah.
"Tindakan para dokter yang membahayakan nyawa dan keselamatan rakyat tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun,” kata Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Lee Sang-min dikutip dari DW, Kamis (21/2).
Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Kedua Korea Selatan Park Min-soo mengatakan, lebih dari 8.800 dokter junior, atau 71% dari tenaga kerja peserta pelatihan, telah mengundurkan diri di tengah kemarahan atas reformasi tersebut.
Pengunduran diri ini belum disetujui, namun sekitar 7.810 peserta pelatihan justru meninggalkan pekerjaan mereka sepenuhnya.
“Panggilan dasar para pakerja medis profesional adalah untuk melindungi kesehatan dan kehidupan masyarakat. Karena itu, tindakan kelompok apa pun yang mengancam hal itu tidak dapat dibenarkan,” kata Min-soo.
Aksi mogok ini praktis membebani sistem medis Korea Selatan, menunda operasi dan menghentikan perawatan medis. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah mengizinkan fasilitas medis militer untuk sementara dibuka untuk umum.
Pemerintah mengancam jika dokter peserta pelatihan tidak kembali bekerja, mereka bakal dikenakan denda sebesar 30 juta won Korea atau sekitar Rp351,6 juta, atau hukuman tiga tahun penjara.
Sementara itu, para dokter merasa telah diabaikan hak-haknya oleh pemerintah. Bahkan, mereka menilai, permintaan untuk bekerja dengan hukuman denda atau kurungan, jika tidak mematuhinya adalah bentuk intimidasi.
“Meskipun bekerja lebih dari 80 jam seminggu dan menerima kompensasi pada tingkat upah minimum, dokter peserta pelatihan masih diabaikan oleh pemerintah sampai sekarang,” kata Asosiasi Residen Magang Korea.
Salah satu asosiasi yang terlibat dalam pemogokan juga menyatakan bahwa reformasi mahasiswa kedokteran bermotif politik menjelang pemilihan legislatif.
Baca Juga: Kisah Dokter Wanita Palestina Selamatkan Pemuda dari Serangan Penembak Israel
Namun, meskipun para peserta pelatihan tidak senang dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran, jajak pendapat Gallup Korea minggu lalu menemukan 76% warga Korea Selatan mendukung perubahan tersebut.
Writer: Victor Median
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: DW