Berbagai hambatan yang terjadi selama hampir 1,5 tahun sudah pihaknya sampaikan kepada pihak berwenang.
"Semoga itu menjadi salah satu kebijakan yang akan diambil oleh PJ Walikota yang baru ini," lanjutnya.
Komunikasi yang dihambat itu membuatnya hingga melaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di Wilayah Yogyakarta tertulis dugaan maladministrasi relokasi TM 2 jilid 2 pada tanggal 30 Juli 2024 lalu.
"Itu adalah surat ORI yang ditembuskan ke kami bahwa selama ini memang ada kesepakatan di antara kami dengan Dinas Kebudayaan Kota di ORI, kalau memang Paguyuban tidak dilibatkan, maka silakan Kepala Disbud membentuk grup WA yang menampung semua pedagang di TM 2 untuk diajak berkomunikasi dan berembug tapi pada kenyataannya itu tidak terealisasi," jelasnya.
Namun, saat ORI melayangkan surat tersebut, tidak ada respon oleh Disbud Kota Yogyakarta
"ORI bersurat ke Disbud tetapi tidak direspon. Jadi tanggal 30 Juli itu, kami menerima surat tembusan dari ORI yang menyampaikan bahwa ada pertemuan ORI dengan PJ Walikota," ungkapnya.
Alasannya selalu menekankan ingin dilibatkan dalam proses relokasi karena dinilainya, saat berkaca di Teras Malioboro (TM) 1, dirinya mendapatkan informasi yang menunjukkan sebagian besar dilokasi tersebut usahanya mati.
"Kalau berkaca di TM 1, silakan dicek bagaimana kondisi di sana. Kami juga mempunyai banyak teman di sana yang berada di TM 1, para pedagang di lantai 2 dan 3, usahanya mati," katanya.
Dalam hal ini, ia juga mendapat pemberitahuan ada 20 tenant di TM 1 yang dikembalikan karena tidak berjualan.
Baca Juga: Sambangi DPRD DIY, MPBI DIY Tolak Relokasi Pedagang Teras Malioboro 2
"Mohon maaf, sebelumnya kami juga membaca dari media bahwa omzet di TM 1 lebih dari Rp 13 M, dan ada 20 tenan yang dikembalikan karena tidak pernah untuk berjualan. Apa artinya kalau 20 tenan dikembalikan? Itu artinya pemerintah gagal membuat para pedagang TM 1 naik kelas. Mereka tidak bisa berdagang di situ karena tidak laku," terangnya.
"Intinya, orang berjualan itu bukan sekadar mendapatkan tenan/tempat, tetapi jualannya tidak laku," lanjutnya.
Disinggung terkait lokasi relokasi baru itu yakni di Ketandan dan Beskalan, Arif meminta Pemkot Yogyakarta untuk membicarakan lagi dan agar besok akan seperti apa.
"Bayangkan saja kalau ukuran per tenannya 60x60 cm akan seperti apa? Di TM 2 sekarang ukurannya: 1,2 x 1,2 M. Itu pun berbeda dengan perjanjian sebelum relokasi di TM 2. Dulu kami dijanjikan ukurannya 1,5 x 1,5 M per tenan, tapi kenyataannya kami hanya mendapatkan 1,2 x 1,2 M," katanya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan