Kategori Berita
Media Network
Sabtu, 27 NOVEMBER 2021 • 23:57 WIB

Mengulik Krisis Belarus-Uni Eropa yang Melibatkan Pengungsi Timur Tengah dan Afghanistan

Krisis migran di perbatasan Belarus. (Photo/Reuters)

Kabar terbaru bahwa kamp migran di perbatasan Belarusia-Polandia yang menjadi tempat penampungan sementara bagi lebih dari 2.000 orang telah dikosongkan.

Dilansir dari Reuters, Sabtu (27/11/2021), para migran yang telah berkemah di sana dalam kondisi beku dengan harapan dapat menyeberang ke Uni Eropa (UE) telah dipindahkan ke gudang terdekat.

Disisi lain, Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki telah memperingatkan bahwa krisis migran di perbatasan Belarus mungkin merupakan awal dari "sesuatu yang lebih buruk". Sebab, penjaga perbatasan Polandia melaporkan bahwa pasukan Belarusia masih mengangkut migran ke perbatasan.

Krisis Apa Ini?

(Photo/Reuters)

Setelah ditolak masuk ke negara UE, diperkirakan 3.000 hingga 4.000 migran dan pengungsi, banyak di antaranya dilaporkan dari Asia Barat dan Afghanistan, berkemah di tempat yang pada dasarnya merupakan tanah tak bertuan antara Belarus dan Polandia.

Krisis ini dimulai sejak 8 November, ketika ada peningkatan yang signifikan dalam jumlah pengungsi dan migran menuju perbatasan Belarus-Polandia.

Mereka yang berusaha melarikan diri dari Belarus telah dilarang masuk ke Polandia dan dibatasi pagar kawat berduri dan dilarang oleh pasukan keamanan besar-besaran yang dikerahkan oleh Warsawa. 

Ribuan Pengungsi Terdampar Membeku

(Photo/Reuters)

Akibatnya, ribuan orang terdampar dalam suhu beku di dekat perbatasan antara kedua negara, tanpa akses ke pasokan penting atau perawatan medis.

Krisis perbatasan selama berbulan-bulan telah meningkat menjadi konflik geopolitik besar, meningkatkan kekhawatiran akan krisis kemanusiaan.

Baca juga: Hikayat Hidup Nurdin, Disabilitas yang Rela Menyeret Kaki ke Jalanan Demi Mencari Nafkah

Awal Mula Krisis

Belarusian President Alexander Lukashenko. (Photo/Reuters)

Krisis tersebut meledak pada awal tahun ini, ketika Presiden Belarusia Alexander Lukashenko bereaksi dengan marah terhadap sanksi Uni Eropa.

Setelah pemilihan Agustus 2020, Presiden Alexander Lukashenko meraih masa jabatan periode keenam. Sementara Belarus diguncang oleh protes besar-besaran selama berbulan-bulan. Oposisi dan Barat mengecam hasil pemilihan itu sebagai hal yang tak adil atau kepura-puraan.

Pihak berwenang Belarusia kemudian menanggapi protes dengan tindakan keras yang kejam yang mengakibatkan lebih dari 35.000 penangkapan dan ribuan pemukulan oleh polisi, mendorong Uni Eropa dan AS untuk menjatuhkan sanksi pada Pemerintahan Lukashenko.

Mirip Krisis Zaman Soeharto

(Photo/Reuters)

Krisis ini mirip seperti kejadian pada zaman orde lama pada saat ribuan orang meminta Soeharto turun dari jabatannya. Marah dengan respon dari Uni Eropa, Presiden Belarus kemudian mencegah migran dan pengungsi yang tidak berdokumen memasuki negaranya.

Sejak itu, negara-negara anggota UE yang berbatasan dengan Belarus, seperti Lituania, Latvia, dan Polandia, telah melaporkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah orang yang mencoba melintasi perbatasan mereka.

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

BERITA TERBARU

Mengulik Krisis Belarus-Uni Eropa yang Melibatkan Pengungsi Timur Tengah dan Afghanistan

Link berhasil disalin!