Ilustrasi asusila anak. (Pixabay)
Diduga karena trauma dengan perbuatan asusila yang dialaminya selama tujuh tahun, bocah perempuan berusia 14 tahun jatuh pingsan saat mengikuti di persidangan di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (14/7/2020) lalu.
Korban saat itu dihadirkan sebagai saksi datang dengan memakai kursi roda. Adapun agenda sidang pada hari itu adalah untuk mendengar keterangan saksi dan berlangsung tertutup. Majelis Hakim menghadirkan lima orang saksi, termasuk WL yang menjadi korban asusila.
Terdakwa, ES, merupakan Kepala Panti Asuhan Simpang Tiga, yang juga merupakan guru di panti asuhan yang berlokasi di Jalan Buku, Medan Petisah, Medan itu.
Pada saat persidangan berlangsung, tiba-tiba korban sempat tidak sadarkan diri. Diduga dia pingsan karena mengalami trauma.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Robert Silalahi mengatakan, terdakwa berinisial ES selain menjabat sebagai Kepala Panti Asuha Simpang Tiga tempat korban tinggal juga berprofesi sebagai guru, telah lama melakukan perbuatan asusila terhadap korban, atau kurang lebih selama tujuh tahun.
"Sudah lama terdakwa ini melakukan perbuatan kejinya kepada korban. Kurang lebih tujuh tahun sejak korban masih berumur tujuh tahun," ujar Robert, seusai persidangan, Rabu (15/7/2020).
Kasus asulisa ini terungkap berdasarkan laporan korban yang diwakilkan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (P3APM) Kota Medan.
Pendamping korban dari Dinas P3APM mengatakan, Delisah, mengatakan sejak usia enam tahun korban berinisial WL sudah tinggal di Panti Asuhan Simpang Tiga. Ironisnya, sejak umur 7 hingga 13 tahun, dia menjadi korban pencabulan terdakwa. Tak heran bila korban mengalami trauma berat.
"Perbuatan terdakwa ini sangat kejam," katanya.
Masih berdasarkan penjelasan JPU, terungkapnya kasus ini bermula pada bulan Desember 2019, saat korban mengadukan kejadian yang dialaminya kepada teman sekolahnya.
Selanjutnya teman korban melaporkannya ke Kepala Lingkungan (Kepling) dan dilanjutkan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Pada persidangan, dihadirkan korban WL, keterangan 3 saksi (dari 5 saksi) berkaitan kasus dugaan pencabulan tersebut.
“Kedua saksi lainnya, kita minta keterangannya pada sidang berikutnya, salah satu saksi yakni istri terdakwa," kata JPU Robert Silalahi.
Pendamping korban, Riri Novita Sari dari Satuan Bhakti Pekerja Sosial Kemensos RI, berharap agar pelaku dihukum seberat-beratnya.
“Kami mengecam keras pelaku, karena selama ini kita bermitra dalam kegiatan perlindungan anak. Korban yang harusnya diayomi, dilindungi dari perbuatan yang mengancam keamanannya, justru mendapat perlakuan yang keji,” ucapnya usai sidang perdana di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (15/7/2020).
Sementara, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Komalasari Sari mengatakan, perbuatan terdakwa mengakibatkan korban mengalami trauma yang sangat mendalam.
“Traumanya itu sangat luar biasa,” ucapnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: