INDOZONE.ID - "Jokowi Perusak Demokrasi, Demokrasi Sekarang Lebih Parah"
"Hidup Mahasiswa, Hidup Petani, Hidup Rakyat Kecil"
Begitulah orasi aksi gabungan warga Yogyakarta yakni Jagad (didominasi mahasiswa) di depan Kantor Pemilihan Umum (KPU) DI.Yogyakarta sekitar pukul 14.30 WIB, Rabu (24/4/2024).
Sebelumnya, undangan aksi sekitar pukul 11.30 namun mundur lebih dari satu jam.
Baca Juga: SAH! Heroe Purwadi Kumpulkan Berkas Cawali Yogyakarta Lewat Golkar
Dalam melakukan aksi massa membawa sejumlah banner diantaranya bertuliskan 'Fakta Presiden Partisipan? Netral? Itu Namanya Grup Band Lur', 'Menang Tanpa Ngasorake Lali Nganggo Modus Bansos', 'Pembunuh Demokrasi', 'Demokrasi Sekarat, Bangun Oposisi Rakyat'.
Adapun maksud dilakukan aksi itu, massa masih menilai hasil sidang Pemilu 2024 oleh pasangan pilpres Prabowo-Gibran sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) masih dianggap curang, lantaran MK menolak sejumlah gugatan yang menunjukkan beragam bentuk nepotisme dan kejahatan demokrasi.
Putusan MK ini, menurut massa bukan saja bermakna kemenangan telak bagi Prabowo-Gibran dan politik dinasti Jokowi. Lebih jauh menurutnya, ini semakin menegaskan tanda-tanda kematian masa depan demokrasi kita. Suara oposisi jelas-jelas sudah diabaikan.
Baca Juga: Begini Cara Sadis Tante Bunuh Bocah Akibat Dendam ke Ibunya di Tangerang
"Tidak ada partai yang berani oposisi. Artinya tidak ada keseriusan, Nasdem saja yang mengusung Anies sekarang ini malah merapatkan ke Prabowo. Ini kedepannya bisa-bisa setelah dilantiknya Prabowo tidak ada partai yang beroposisi," seru salah salah orator aksi.
Melihat hal itu, mereka (massa) meminta seluruh masyarakat terutama Gen Z maka harus menunjukkan taringnya untuk beroposisi.
"Cara membangun oposisi rakyat, kubu partai dan kubu partai harus direvisi karena lahirnya ancaman tidak ada oposisi," sambung orator lain.
Baca Juga: 3 Prajurit TNI Tersambar Petir saat Berteduh di Bawah Pohon Dekat Mabes TNI, Langsung Dibawa ke RS
Pernyataan para orator yang terdiri mahasiswa itu, dipertegas oleh Usman Hamid selaku Direktur Amnesti Internasional yang turut kecewa atas putusan hakim MK beberapa waktu lalu, hal utama yang ia sorot yakni soal sengketa hasil pilpres.
"Kami tentu sangat kecewa, kami sulit menerima dengan logika hukum bahwa MK tidak mengakui adanya pelanggaran nepotisme yang nyata ini," ucap Usman disela-sela aksi kepada wartawan.
Menurutnya yang paling kentara curangnya ialah perubahan syarat minimal usia capres-cawapres yang meloloskan putra sulung Presiden Jokowi.
Baca Juga: Viral Aksi Polisi Tabrak Lari di Tol Binjai, Polda Sumut Beri Penjelasan
"Kemudian penyalahgunaan sumber daya dalam hal ini bansos oleh Jokowi seolah-olah itu pure darinya. Dan banyak guru besar yang mengaku diintimidasi saat menyuarakan presiden harus netral," imbuhnya.
Dirinya membantah jika aksi ini dari yang kalah pemilu. Serta, ia menilai jika orde baru akan ada setelah pemilu ini usai. Bahkan ia khawatir akan lebih dari orde baru.
"Saya takut akan ada peristiwa politik yang bisa membuat demokrasi makin sekarat," pungkasnya.
Baca Juga: Kompolnas Minta Atasan Ditresnarkoba Polda Metro Diperiksa Buntut Sejumlah Anggota Diamankan
Pihaknya kembali menekankan, setelah MK memutuskan berikutnya menurut Usman segera bentuk oposisi. Dirinya sscara gamplang sebut PDIP yang layak jadi oposisi.
"Masyarakat harus mendukung adanya oposisi dalam parpol, misal saja yang cukup kritis dalam beroposisi yaitu PDIP," anggapnya.
"Prabowo DNA orde baru, jangan sampai kita masuk ke dalam kegelapan. Dan bayangkan coba foto Prabowo dipajang di Komnas HAM, mau seperti apa negara kita," tutup orator lain.
Writer: Ananda F.L
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Dan Wawancara