Selasa, 14 JANUARI 2025 • 11:49 WIB

Rusia Siap Menghadapi Skenario Apa pun Terkait Perang Ukraina Jelang Pelantikan Trump

Author

  Presiden Vladimir Putin menghadiri liturgi Natal Ortodoks di Gereja St George the Victorious di Bukit Poklonnaya di Moskow, Rusia, 7 Januari 2025.

INDOZONE.ID - Donald Trump akan kembali menduduki Gedung Putih sebagai Presiden Amerika Serikat.

Dunia kini menanti langkah yang akan diambil Trump terkait konflik di Ukraina. 

Apakah ia akan tetap mendukung pertahanan Kiev atau memilih pendekatan negosiasi dengan Rusia?

Trump sebelumnya mengisyaratkan kesediaannya untuk berbicara dengan Rusia. 

Saat konferensi pers, ia menyatakan pemahaman terhadap kekhawatiran Moskow soal ekspansi NATO di perbatasan baratnya. 

Pendekatan ini menimbulkan harapan di pihak Rusia bahwa Trump dapat membantu mempercepat akhir konflik.

 Baca Juga: Paslon Diduga Dibantu Rusia, Puluhan Ribu Warga Rumania Demo Desak Pilpres Tetap Digelar

Namun, tidak semua pihak di Kremlin optimis. Pengalaman masa jabatan pertama Trump menunjukkan sikap yang tidak sepenuhnya ramah terhadap Rusia.

Kala itu, ia justru menjatuhkan sanksi tambahan dan mengirimkan senjata ke Ukraina.

Donald Trump sebut akan jadikan Timur Tengah "neraka" sehari sebelum kebakaran terjadi.

Sikap Kremlin: Hati-Hati Menanti Langkah Trump

Tatiana Stanovaya, pendiri firma konsultan R.Politik, menjelaskan bahwa suasana di Kremlin kini lebih tenang.

Tidak ada euforia yang sama seperti saat terakhir kali Trump menang pemilu dan gelas sampanye diangkat,” ujarnya kepada Al Jazeera.

Menurut Stanovaya, Kremlin bersiap menghadapi segala kemungkinan, baik eskalasi konflik maupun peluang perdamaian.

Baca Juga: Rusia Lancarkan Serangan ke Zaporizhzhia, 13 Warga Ukraina Jadi Korban Tewas

Namun, ia menilai harapan agar Trump memberikan proposal damai yang diterima semua pihak masih sangat tipis.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov sebelumnya menolak rencana perdamaian yang disebut-sebut diusulkan oleh tim Trump.

Dalam proposal tersebut, Ukraina diminta menyerahkan sebagian wilayah yang dikuasai Rusia, menunda proses keanggotaan NATO selama 20 tahun, dan menyetujui pengerahan pasukan penjaga perdamaian dari Eropa.

Lavrov dengan tegas menyatakan bahwa Rusia tidak puas dengan rencana tersebut.

Pemahaman Berbeda antara Moskow dan Washington

Ilya Budraitskis, seorang ilmuwan sosial Rusia, menjelaskan bahwa pemahaman Trump tentang konflik ini sangat berbeda dengan Moskow.

Trump mempertimbangkan cara menyelesaikan masalah terkait perbatasan Federasi Rusia dengan Ukraina. Namun, bagi Kremlin, perang ini lebih terkait dengan peninjauan ulang arsitektur keamanan Eropa dan lingkup pengaruh di wilayah pasca-Soviet,” katanya.

Stanovaya menambahkan, pendukung Trump di Barat sering melebih-lebihkan kemampuan Trump untuk mengakhiri konflik.

Menurutnya, sikap Ukraina sendiri akan lebih menentukan jalannya perang.

“Ini akan menentukan masa depan konflik, seberapa cepat pasukan Rusia maju, atau seberapa serius perlawanan Ukraina,” katanya.

Eropa Cemas, Rusia Tetap Percaya Diri

Di sisi lain, negara-negara Eropa yang mendukung Ukraina khawatir dengan kemungkinan Trump mengurangi komitmen Amerika terhadap NATO.

Budraitskis menyoroti pandangan Trump yang kerap menyebut sekutu Eropa "memanfaatkan" Amerika untuk mengatasi masalah keamanan mereka.

Namun, kepentingan jangka panjang Amerika di Eropa membuat Budraitskis yakin bahwa Washington tidak akan mudah menyetujui permintaan Kremlin.

Meski demikian, di dalam negeri, mayoritas warga Rusia masih mendukung jalannya operasi militer di Ukraina.

Berdasarkan survei Levada, lebih dari separuh responden menyetujui perundingan untuk mengakhiri konflik.

Banner Z Creators.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Al Jazeera