Joe Biden (Presiden AS) dan Benjamin Netanyahu (Perdana Menteri Israel)
INDOZONE.ID - Presiden Amerika Serikat Joe Biden kembali menyerukan gencatan senjata di Gaza.
Dalam pembicaraannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Biden menekankan pentingnya penghentian konflik yang sudah berlangsung lama ini.
Isu pembebasan sandera Israel yang ditahan di wilayah Palestina juga menjadi salah satu topik utama diskusi.
Biden berharap gencatan senjata dapat tercapai sebelum Donald Trump dilantik kembali pada 20 Januari.
Selama setahun terakhir, negosiasi yang dimediasi Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar terus menemui jalan buntu, meskipun kemajuan sempat terlihat.
Namun, para pejabat AS kini optimis bahwa kesepakatan bisa segera dicapai.
Baca Juga: Israel Hancurkan Rumah Sakit Terakhir di Gaza Utara, WHO: Hentikan Segera!
Negosiasi di Qatar
Putaran negosiasi terakhir berlangsung di Doha, Qatar. Pertemuan ini melibatkan kepala intelijen Israel Mossad, David Barnea, dan penasihat Timur Tengah Biden, Brett McGurk.
Kehadiran Barnea, yang dikonfirmasi oleh kantor Netanyahu, menunjukkan keterlibatan langsung pejabat tinggi Israel dalam perundingan ini.
Penasihat keamanan nasional Biden, Jake Sullivan, menyebut bahwa McGurk sedang menyusun detail akhir dari teks kesepakatan.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa "sangat dekat" belum berarti "selesai."
"Kita sudah sangat dekat," kata Sullivan mengutip Al Jazeera, Senin (13/1/2025).
"Namun, menjadi sangat dekat berarti kita masih jauh karena belum mencapai garis finis," tambahnya.
Baca Juga: Hanya 12 Truk Bantuan Tembus Gaza Utara dalam 2,5 Bulan, Krisis Kemanusiaan Makin Parah
Sorotan Gencatan Senjata
Gedung Putih menyatakan bahwa negosiasi di Doha bertujuan untuk menyepakati gencatan senjata bertahap.
Kesepakatan ini didasarkan pada rencana yang diumumkan Biden pada Mei lalu, yang mendapat persetujuan Dewan Keamanan PBB.
Dalam pernyataan resminya, Biden menekankan urgensi gencatan senjata demi memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.
“Gencatan senjata harus segera dilakukan untuk menghentikan pertempuran dan memungkinkan pembebasan para sandera,” ungkap Gedung Putih.
Meskipun ada harapan baru, pembicaraan menghadapi hambatan besar. Netanyahu, misalnya, hanya berkomitmen pada fase awal kesepakatan yang melibatkan pembebasan beberapa sandera sebagai imbalan penghentian pertempuran sementara.
Di sisi lain, Hamas menuntut penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah Gaza yang sudah porak-poranda.
Kendala lain muncul dari koalisi politik di Israel. Beberapa anggota sayap kanan menentang gencatan senjata, yang mereka nilai dapat melemahkan posisi Israel.
Netanyahu bahkan harus meyakinkan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan anggota sayap kanan lainnya untuk mendukung gagasan ini.
Situasi di Gaza
Serangan Israel ke Gaza terus berlanjut, terutama di wilayah utara.
Pengepungan brutal selama lebih dari 100 hari telah menyebabkan lebih dari 46.000 warga Palestina tewas, termasuk banyak perempuan dan anak-anak.
Serangan ini juga membuat 90 persen penduduk Gaza kehilangan tempat tinggal.
Hamdah Salhut dari Al Jazeera melaporkan bahwa tim negosiasi Israel diperkirakan akan tinggal lebih lama di Qatar untuk merampungkan kesepakatan.
Namun, Israel dan Hamas saling menyalahkan atas lambatnya kemajuan pembicaraan.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Al Jazeera