Kamis, 07 NOVEMBER 2024 • 09:30 WIB

Warga Iran Cemas Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Akan Tambah Derita Mereka: Kenapa?

Author

Donald Trump, Presiden ke-47 Amerika Serikat. (REUTERS/Piroschka Van de Wouw)

INDOZONE.ID - Saat Donald Trump terakhir kali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) pada 2017-2021, ia memberlakukan kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran, yang mencakup sanksi berat.

Kini, setelah Trump dipastikan akan kembali ke Gedung Putih pada Januari 2025, kekhawatiran di Teheran meningkat, bahwa kebijakan keras serupa akan diberlakukan lagi.

Selama masa jabatan sebelumnya, AS juga melancarkan serangan udara yang menewaskan seorang jenderal terkemuka dari Korps Pengawal Revolusi Iran di Bandara Baghdad, Irak.

Kenangan pahit tentang konflik lama antara kedua negara ini, mengaburkan harapan akan perbaikan hubungan.

“Kondisi ini akan berdampak buruk bagi Iran,” ungkap Bashir Abbaspour, seorang pegawai swasta berusia 37 tahun, yang mencerminkan keresahan warga Iran saat kabar kemenangan Trump menyebar pada Rabu 6 November 2024.

Baca Juga: Donald Trump Janji Akan Hentikan Perang saat Deklarasikan Kemenangan Pemilu AS

Kemenangan Trump muncul di tengah ketegangan Timur Tengah karena pecahnya perang Gaza pada Oktober 2023. Perang ini diawali serangan kelompok Hamas, yang didukung Iran, terhadap Israel.

Konflik ini merembet ke Lebanon. Israel terlibat konflik dengan Hezbollah, sekutu Iran, yang dua kali menyerang mereka dengan drone dan rudal pada April serta Oktober.

Memori Kelam Sanksi Trump

Donald Trump. (REUTERS/Brian Snyder)

Rakyat Iran mengingat Trump karena kebijakan sanksi beratnya serta keputusan AS keluar dari kesepakatan nuklir pada 2018. Padahal, itu seharusnya memberi keringanan sanksi kepada Iran dengan syarat pembatasan ambisi nuklirnya.

Hancurnya kesepakatan tersebut, berdampak buruk pada kehidupan sehari-hari warga Iran, dengan inflasi tinggi hingga nilai rial yang melemah drastis terhadap dolar AS.

“Jika sanksi bertambah, harga-harga juga akan naik. Ini bukan kabar baik bagi Iran,” tambah Abbaspour.

Tak Ada Perbedaan

Pada Rabu 6 November 2024, surat kabar Jam-e Jam menampilkan gambar dua kandidat AS, Trump dan Kamala Harris, di halaman depan dengan dua sosok iblis di belakang mereka.

Tajuk utama surat kabar itu menyatakan, “Hasil pemilu AS tidak akan mengubah apa pun bagi kita,” mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi.

Reza Aram, agen asuransi berusia 51 tahun, setuju. Menurutnya, sikap Washington terhadap Iran “tak akan berubah” meski presidennya berganti.

“Hubungan Iran (dengan AS) akan sama saja, baik dengan Trump maupun Demokrat,” katanya.

Situasi yang Memanas

Presiden Iran Masoud Pezeshkian. (REUTERS)

Presiden Iran saat ini, Masoud Pezeshkian, yang mulai menjabat pada Juli lalu, sempat ingin memperbaiki hubungan dengan Barat dan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir untuk mengakhiri isolasi Iran.

Namun, ketegangan regional yang memuncak, membuat perundingan nuklir dengan AS berhenti.

Pada 1 Oktober 2024, Iran meluncurkan sekitar 200 rudal ke Israel sebagai respons atas tewasnya beberapa pemimpin militan yang didukung Iran, termasuk pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dan seorang komandan Pengawal Revolusi.

Baca Juga: Donald Trump dan Wajah Pemilu Amerika Serikat yang Penuh Pergolakan

Pada April, Iran untuk pertama kalinya meluncurkan serangan langsung ke Israel dengan ratusan drone dan rudal, sebagai balasan atas serangan mematikan terhadap konsulatnya di Damaskus yang dituduhkan pada Israel.

Tekanan Berlanjut

Pemimpin tertinggi Republik Islam Iran, Ayatollah Ali Khamenei. (Wana News Agency via REUTERS)

Selama masa jabatan pertamanya, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyebut Trump sebagai sosok yang “tidak stabil” dan “kasar” di depan rakyat Iran.

Ketika Trump memerintahkan pembunuhan Jenderal Iran Qasem Soleimani di Baghdad pada 2020, Iran membalas dengan menyerang pangkalan militer AS di Irak.

Menjelang pemilu di AS, beberapa pejabat AS menuduh Iran mencoba mengganggu pemilu. Trump pun menuduh Teheran mengancam nyawanya.

Pada 13 Juli 2024, setelah Trump terluka dalam serangan bersenjata di Pennsylvania, media AS melaporkan pihak berwenang menerima informasi intelijen mengenai dugaan rencana Iran untuk menyerangnya. Iran membantah tuduhan ini sebagai “fitnah”.

Baca Juga: Donald Trump Deklarasikan Menang di Pilpres Amerika Serikat 2024!

Sekarang, dengan Trump akan segera kembali ke Gedung Putih, rakyat Iran merasa tak punya pilihan selain berharap masa depan yang lebih baik.

“Saya khawatir dengan keadaan negara dan perekonomiannya,” kata Zahra Eghbali, warga Iran yang berusia 56 tahun.

“Masyarakat sedang berada di bawah tekanan.”

Harapannya, baik Iran maupun AS dapat mencapai kesepakatan yang mendukung kepentingan rakyat.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Channelnewsasia.com