Israel di Ambang 'Civil War', Perubahan Drastis yang Penuh Krisis dan Ketidakpuasan Akibat Invasi Gaza
INDOZONE.ID - Dalam pemberitaan terkini, Haaretz, surat kabar ternama Israel, menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah Israel di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pasca-serangan Hamas.
Surat kabar tersebut menggambarkan pemerintahan saat ini sebagai "kabinet mimpi buruk" yang tampaknya kesulitan mengatasi krisis multidimensi yang melanda negara.
Haaretz memberikan sorotan khusus pada potensi pecahnya perang saudara, yang menjadi ancaman serius ketika demonstrasi massal melanda Tel Aviv.
Baca Juga: Angkatan Udara Israel Umumkan Serangan Kepada Hizbullah di Lebanon Selatan
Pemerintahan yang disebut sebagai "kabinet mimpi buruk" ini dikritik karena gagal memenuhi janji-janji kampanye dan lebih fokus pada konflik berkepanjangan, terutama dengan Hamas.
Laporan Haaretz meramalkan tahun 2024 sebagai tahun yang suram bagi Israel dengan proyeksi peningkatan kematian, keruntuhan di Gaza, dan ketegangan di perbatasan Lebanon.
Peningkatan pengorbanan tahanan Israel juga menjadi sorotan dalam laporan tersebut, dengan Haaretz menyoroti kelalaian pemerintah terhadap tawanan di Gaza.
Baca Juga: Korban konflik Gaza Tembus 25.000 Jiwa, Israel Tetap akan Serang Palestina hingga Hamas Habis
Selain itu, krisis ekonomi menjadi fokus utama laporan, dengan Haaretz memperkirakan bahwa protes yang meningkat dan berkelanjutan akan menjadi norma dalam waktu dekat.
Kelalaian terhadap tawanan di Gaza juga menciptakan desakan untuk pemilihan umum baru, dengan partai oposisi semakin vokal dalam menyuarakan ketidakpuasan dan mengusulkan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan saat ini.
Dengan ketidakmampuan pemerintah menanggapi secara efektif terhadap berbagai isu ini, masyarakat Israel menantikan masa depan yang penuh ketidakpastian, di tengah tanda-tanda gejolak dan ketidakstabilan yang semakin terasa.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Haaretz