INDOZONE.ID - Sejak konflik meletus pada 7 Oktober, lebih dari 5.000 tentara Israel telah terluka, dengan lebih dari 2.000 di antaranya secara resmi diakui oleh Kementerian Pertahanan sebagai penyandang disabilitas.
Menurut laporan harian Yedioth Ahronoth, jumlah korban tewas mencapai setidaknya 425, sementara lebih dari 58% dari korban luka mengalami cedera serius pada tangan dan kaki, termasuk amputasi.
Limor Luria, wakil direktur jenderal dan kepala Departemen Rehabilitasi Kementerian Pertahanan Israel, menyatakan, "Kami belum pernah mengalami hal serupa seperti ini."
Baca Juga: Bikin Geram! Sekelompok Pemuda di Malang Melakukan Aksi Vandalisme pada Mobil Ambulans
Pertempuran sengit terutama terjadi di Khan Yunis di Jalur Gaza, di mana tentara pendudukan Israel menghadapi perlawanan sengit dari Gerakan H*mas.
Pihak militer mengakui kesulitan dalam mengatasi kelompok tersebut, menunjukkan intensitas pertempuran yang tinggi di wilayah tersebut.
Situasi ini menyoroti tingkat ketegangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam konflik Gaza, dengan dampak yang signifikan terhadap personel militer Israel.
Baca Juga: Video Penganiayaan Siswa di Situbondo Viral, Pihak Sekolah Buka Suara
Kementerian Pertahanan terus berupaya memberikan perawatan dan rehabilitasi bagi para veteran yang mengalami cedera serius sebagai akibat dari pertempuran yang berlangsung.
Penting untuk diingat bahwa persepsi terhadap konflik Israel-Palestina sangat kompleks dan tergantung pada sudut pandang individu.
Beberapa mungkin melihatnya sebagai karma atau akibat dari tindakan Israel dalam menangani konflik tersebut dengan kejam menindas Palestina. Sementara yang lain mungkin melihatnya sebagai dampak tragis dari konfrontasi yang berkepanjangan.
Writer: Ananda Fachreza Lubis
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Yedioth Ahronoth