Kategori Berita
Media Network
Kamis, 10 APRIL 2025 • 11:54 WIB

Pengamat Transportasi Publik UGM: Distribusi Setop 16 Hari, Biaya Logistik Membengkak

 
 
Hal itu dilakukan dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan pemudik selama lebaran, selama 16 hari yakni, dari 24 Maret sampai 8 April 2025.
 
Meski begitu, perusahaan angkutan barang tetap dapat beroperasi. Namun, dengan daya angkut dan isi muatan, dimensi kendaraan, serta dokumen angkutan barang yang diharuskan memenuhi persyaratan teknis jalan.

Ditambah, biaya logistik Indonesia masih sedikit lebih tinggi dibanding dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. 
 
Berdasarkan perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), biaya logistik di Indonesia pada 2023 mencapai 14,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
 
Sementara pada 2018, Bank Dunia mencatat, biaya logistik di Indonesia masih 23,8 persen.  

Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada, Joewono Soemardjito, mengatakan, kebijakan pembatasan operasional angkutan barang ini memang bertujuan menjaga keselamatan pemudik selama melakukan perjalanan.
 
BACA JUGA: Operasi Ketupat 2025 Resmi Berakhir, Kapolri: Pengamanan Lebaran Tahun Ini Aman dan Lancar

Meski begitu, menurutnya, pemerintah perlu meneliti lebih cermat dalam penerapan kebijakan pembatasan operasional angkutan barang, terkait dengan dampaknya bagi para pelaku usaha.

Pemerintah ada baiknya juga mendengarkan masukan dari pihak pelaku usaha jasa logistik dan distribusi barang, untuk mengantisipasi dampaknya terhadap biaya operasional dan usaha mereka sehingga dapat dicarikan solusi jika dampak tersebut diprediksi akan sangat signifikan,” katanya, pada Kamis (10/4/2025).

Sebelum kebijakan pembatasan operasional angkutan barang diterapkan, kata Joiewono, ada baiknya Pemerintah melakukan check and recheck terhadap kondisi ketersediaan barang.
 
Terlebih bahan kebutuhan pokok masyarakat, selama masa pembatasan tersebut, dalam rangka memastikan kondisi pasokan aman.

Jika penerapan kebijakan pembatasan operasional angkutan barang tidak berjalan efektif, kemungkinan akan ada yang merasa dirugikan akibat dampak yang menimpa mereka,” ujarnya.
 
BACA JUGA: UGM Beri Sanksi Pelaku Kekerasan Seksual di Fakultas Farmasi

Selain itu, ia menekankan agar pemeirntah memastikan keseimbangan pasokan, dan permintaan akan barang di level konsumen, selama masa durasi pembatasan tersebut diterapkan.
 
"Ini mengingat karakteristik geografis wilayah Indonesia yang berupa kepulauan, dimana keterkaitan dan kebutuhan antar daerah, antar pulau dalam hal pasokan dan permintaan barang masih sangat besar. Untuk itu, diperlukan Koordinasi dan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha yang terkait harus dilakukan dengan baik," terangnya.

Terkait adanya perencanaan distribusi barang di tingkat perusahaan, juga perlu dilakukan dengan baik untuk menciptakan keseimbangan supply-demand.
 
Terakhir, Joewono menyarankan kebijakan pembatasan operasional dapat dilakukan berbasis waktu dengan pembatasan beroperasi pada jam-jam tertentu, atau pembatasan dari sisi penggunaan armada barang dengan muatan terbatas sehingga bisa menghindari konflik lalu lintas dengan pengguna kendaraan yang lain untuk angkutan penumpang.

"Bilamana diperlukan insentif, maka dapat diarahkan pada hal-hal yang sifatnya dapat menjaga harga komoditas di tingkat masyarakat, dan insentif berupa biaya operasional bagi pelaku usaha atau fasilitas gudang di tingkat daerah untuk menjaga pasokan selama masa pembatasan," pungkasnya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Keterangan Pers

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Pengamat Transportasi Publik UGM: Distribusi Setop 16 Hari, Biaya Logistik Membengkak

Link berhasil disalin!