Kategori Berita
Media Network
Kamis, 23 MEI 2024 • 20:50 WIB

Penyusutan Kawasan Ekologis DIY dan Sampah Makin Mengganggu, WALHI Jogja Buka Layanan Aduan

Permasalahan sampah di wilayah Yogyakarta yang tak kunjung usai, tepatnya di Depo Pengok, yang mana selama kurang lebih 3 bulan terakhir.

INDOZONE.ID - Guna mewujudkan keadilan ekologis, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Yogyakarta baru-baru ini membuka layanan pengaduan di seluruh wilayah advokasi.

Mereka menilai, kalau peran masyarakat sipil tidak bisa dikesampingkan untuk ikut serta membantu mewujudkan lingkungan hidup yang lebih baik.

"Dengan dibukanya layanan aduan tersebut diharapkan ada keinginan dari masyarakat dalam melakukan aduan," kata Divisi Advokasi WALHI Yogyakarta kepada awak media, Kamis (23/5/2024).

Adapun beberapa wilayah yang dimaksud tersebut untuk saat ini di antaranya Pegunungan Menoreh (Kabupaten Kulon Progo, Magelang, dan Purworejo), kawasan Gunung Merapi (Kabupaten Sleman, Magelang, Boyolali, dan Klaten termasuk Daerah Aliran Sungai), Perkotaan, serta Karst Gunungsewu (Kabupaten Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan).

"Seperti pada waktu lalu bahkan sampai sekarang yang terjadi penambangan ilegal di titik aliran Sungai Progo, imbasnya ekosistem sungai terganggu yang bisa menyebabkan perubahan aliran sungai, erosi, degradasi air sungai, bahkan penurunan muka air tanah. Tidak hanya itu, ekspansi industri pariwisata modern yang identik dengan modal penetrasi menjadi penunjang krisis sosio-ekologis cukup masif sampai-sampai melupakan tata kelola lingkungan", paparnya.

Berdasarkan pantauan WALHI DIY, disebutkan bahwa pertumbuhan pembangunannya meningkat pesat sejak tahun 2020 hingga tahun 2024, terutama di Kota Yogyakarta yang berdampak pada hilangnya akses air bersih.

"Di Kota Jogja sendiri masih menampilkan masalah minimnya lahan. Hal itu menyebabkan sempitnya akses masyarakat untuk bisa merasakan hijaunya tempat tinggal melalui Ruang Terbuka Hijau (RTH)", imbuhnya.

Baca Juga: Sayangkan Pemkab Sleman Tidak Angkut Sampah Organik Masyarakat, Begini Kata WALHI DIY

Permasalahan lainnya adalah terjadinya kekhawatiran atas dampak pengaruh emisi karbon yang seharusnya untuk mengurangi polusi yang ada di perkotaan, namun wilayah yang memiliki SDA yang melimpah kini mulai terganggu.

Misalnya, pada Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunungsewu, dari kondisi yang didapat WALHI kini mengalami banyak perubahan fisik alam akibat deforestasi, pembangunan bisnis swasta, dan pengurangan luas KBAK yang memiliki luas 71.713 hektare.

Padahal fungsi karst yang memiliki total luasan sebesar 71.713 hektar sangatlah penting, yakni tidak hanya menghentikan sumber daya udara, namun juga sebagai pengikat karbon alias penangkapan karbon dan penyimpanan karbon di atmosfer.

“Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunungsewu saat ini terkena ancaman penambangan, deforestasi, pembangunan bisnis privat, dan pengurangan luasan KBAK", tuturnya.

Berbagai pengurangan KBAK itu salah satunya saat muncul bisnis bersekala besar seperti Drini Park, Stone Valley by Heha, dan Bekizart, yang saat ini masuk tahapan perencanaan pembangunan.

Dampak berkurangnya ruang ekologis, WALHI menilai nyatanya tidak hanya peran dari swasta, bahkan Pemerintah disebutnya berkontribusi dalam pengurangan ruang KBAK di Gunungkidul.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Penyusutan Kawasan Ekologis DIY dan Sampah Makin Mengganggu, WALHI Jogja Buka Layanan Aduan

Link berhasil disalin!