Kategori Berita
Media Network
Rabu, 27 MARET 2024 • 18:20 WIB

Turunnya Nilai Ekspor Komoditas Hutan, Indonesia Pilih Pindah 'Market' Baru?

Ilustrasi tukang furnitur kayu

INDOZONE.ID - Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) mewajibkan importir komoditas seperti minyak sawit, kopi, dan kakao untuk membuat pernyataan uji tuntas yang membuktikan bahwa produk mereka tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi atau tidak menyebabkan degradasi hutan.

Pedagang dan organisasi lain yang menjual produk di UE akan memiliki waktu hingga akhir tahun 2024 untuk mematuhi EUDR. Namun, usaha mikro dan kecil dikecualikan dari uji tuntas hingga pertengahan tahun 2025.

Pemerintah Indonesia melihat aturan baru UE ini berdampak pada sekitar 15 juta hingga 17 juta petani kecil di tujuh komoditas dalam negeri seperti kayu, sapi, kakao, minyak sawit, kedelai, dan karet.

Melalui menteri perdagangan, pemerintah Indonesia mengatakan pada bulan Juli bahwa peraturan tersebut “sangat diskriminatif,” dan menambahkan, “Kami akan melawan, bernegosiasi, melawan.”

Baca Juga: Sebut Dugaan Penyimpangan di Pilpres 2024, Anies: Skala Amat Besar yang Belum Pernah Kita Lihat

Pada bulan Juni, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dan Presiden Indonesia Joko Widodo, yang merupakan pengusaha furnitur sebelum terjun ke dunia politik, menegaskan janji mereka untuk bekerja sama dalam melindungi industri.

Kedua negara tersebut merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dan mengkritik peraturan UE tersebut karena menyebutnya merugikan petani kecil.

Bendera Uni Eropa. (REUTERS/Yves Herman)

Menanggapi hal tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara produsen (importir) komoditas ini sudah sejak lama, tengah menata ulang strategi pemasaran pada perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang tersebut yang tersebar dari sabang sampai merauke.

Salah satunya pusat furniture dan kerajinan kayu yang berbasis di Yogyakarta yang terkena imbas regulasi Uni Eropa tersebut.

Baca Juga: Paket Narkoba untuk Konsumsi Warga Kota Berhasil Diamankan Polisi di Pinrang

Dikutip dari NikkeiAsia, perusahaan furniture tersebut akan lebih fokus ke pasar Asia seperti Hong Kong dan Singapura karena negara-negara tersebut tidak mempunyai regulasi yang seketat Eropa.

Selama 15 tahun, perusahaan ini telah menjadi produsen dan eksportir furniture grosir, namun kini berfokus pada produksi barang-barang kecil seperti talenan dan peralatan makan kayu untuk restoran dan hotel di Asia Tenggara.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: NIKKEI Asia

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Turunnya Nilai Ekspor Komoditas Hutan, Indonesia Pilih Pindah 'Market' Baru?

Link berhasil disalin!