INDOZONE.ID - Temuan jasad Dokter Aulia Risma Lestari pada Senin, 12 Agustus 2024 lalu, menjadi awal mula munculnya gunung es perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip).
Dokter muda asal Kota Tegal itu ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya yang berada di Lempongsari, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah, sekitar pukul 22.00.
Polisi menduga Aulia meregang nyawa usai menyuntikkan obat penenang ke lengan kirinya.
Hal itu, ditambah temuan sembilan lembar catatan di buku hariannya yang berisi keluhan, mengarahkan dugaan bahwa Aulia menghabisi nyawanya akibat tak kuasa menahan bullying yang diterimanya saat menjalani pendidikan.
Peristiwa ini dengan cepat menyedot perhatian publik, terutama para pengguna media sosial. Satu persatu, muncul fakta yang dibagikan netizen terkait tindakan bullying yang dilakukan senior PPDS terhadap para juniornya.
Dalam merespons peristiwa ini, pihak Undip terkesan buru-buru berlindung membangun pagar untuk menjaga citra dan nama baik mereka.
Dalam pernyataan resmi melalui edaran surat Nomor: 647/UN7.A/TU/VIII/2024 yang diteken pada 15 Agustus 2024, Rektor Undip Prof Suharmono membantah Aulia Risma meninggal karena praktik bullying yang terjadi.
"Mengenai pemberitaan meninggalnya Almarhumah berkaitan dengan dugaan perundungan yang terjadi, dari investigasi internal kami, hal tersebut TIDAK BENAR," demikian pernyataan Undip pada nomor 2 poin a pada surat tersebut.
Baca Juga: Viral Mahasiswi PPDS UNDIP Bunuh Diri, Diduga Tak Kuat Menahan Bully
Suharmono juga menafikan kemungkinan terjadi praktik bullying di lingkungannya, karena Undip disebutnya telah menerapkan gerakan 'zero bullying'.
Dalam pelaksanaannya, kata dia, gerakan ini dipantau secara aktif oleh Tim Pencegahan dan Penanganan Perundungan dan Kekerasan Seksual pada Fakultas Kedokteran Undip sejak 1 Agustus 2023.
Sikap Undip ini berbeda dengan pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang seolah menyadari kemungkinan adanya praktik bullying dalam program PPDS.
Kemenkes merespons cepat kasus ini dengan melakukan penghentian sementara kegiatan PPDS Anestesi Undip di RS Kariadi, tempat Aulia Risma menjalani pendidikannya.
Keputusan itu tertuang dalam surat Kemenkes No: TK.02.02/D/44137/2024 tentang penghentian sementara Program Studi Anestesi Undip Semarang di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi Semarang. Surat itu menyebut secara jelas bahwa penghentian dilakukan atas dugaan praktik bullying yang memicu bunuh diri pada mahasiswi PPDS.
Plt Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi, penghentian sementara PPDS Anestesi Undip ini merupakan upaya untuk melakukan perbaikan sistem yang ada.
"Penghentian sementara kegiatan PPDS Anastesi Undip di RS Kariadi untuk memberikan kesempatan investigasi dapat dilakukan dengan baik termasuk potensi adanya intervensi dari senior atau dosen kepada juniornya serta memperbaiki sistem yang ada," kata Nadia.
Sikap Kemenkes ini menunjukkan bahwa mereka tidak menafikan kemungkinan adanya bullying, terkait meninggalnya mahasiswi PPDS Anestesi Undip di RS Kariadi itu.
Nadia menyebut, Kemenkes juga telah meminta Undip dan Kemendikbud untuk membenahi sistem PPDS. Hal ini disampaikan pihak Kemenkes agar kasus bullying tidak lagi terjadi.
Ajakan untuk menghentikan bullying. (Indozone)
Bahkan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin lebih blak-blakan mengungkap kemungkinan aksi bullying terkait meninggalnya Aulia Risma.
Menurutnya, catatan harian dokter yang bekerja di RSUD Kardinah Kota Tegal itu, menjadi bukti adanya aksi bullying di PPDS Anestesi Undip di RS Kariadi.
"Kita sudah menemukan, ada bukti catatan hariannya. Jadi, kita bisa melihat perkembangan moral kejiwaannya dia seperti apa, juga cukup detil ditulis di buku hariannya. Jadi, kita nanti akan confirm apakah hal ini benar-benar terjadi. Kalau hal ini benar-benar terjadi, kita akan pastikan yang memperlakukan seperti ini akan kita berikan sanksi yang tegas," kata Budi.
Budi menyebut, upaya serius Kemenkes ini dilakukan untuk memastikan aksi bullying tidak lagi terjadi, termasuk dengan alasan untuk menciptakan tenaga medis yang tanggung dan tidak cengeng.
Dia juga mengungkap hasil screening mental yang dilakukan Kemenkes, menunjukkan keinginan para peserta PPDS untuk melakukan bunuh diri.
"Kita juga pernah kan melakukan screening mental terhadap para PPDS ini dan banyak kan memang yang ingin bunuh diri. Jadi, ini sudah fenomena yang besar yang terjadi," kata Menkes.
Kasus serupa terjadi pada PPDS bedah syaraf di RS Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat. Namun bedanya, pihak Unpad mengakui secara terbuka adanya praktik bullying tersebut.
Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Prof Yudi Mulyana, bahkan langsung menjatuhkan sanksi kepada dua orang senior yang melakukan bullying berat pada junior mereka.
"Pemutusan studi para pelaku bullying kategori pelanggaran berat, dua orang residen senior," kata Yudi.
Baca Juga: Dokter Prathita Amanda Aryani Trending, Diduga Jadi Salah Satu Pelaku Perundungan di PPDS UNDIP
Yudi menyebut, upaya pemberantasan praktik bullying di lingkungan PPDS Unpad telah dilakukan sejak lama. Karenanya Yudi menyebut Unpad dan RS Hasan Sadikin merasa prihatin praktik ini masih terjadi.
"Belum membuahkan hasil menggembirakan, malah terjadi lagi, dan lagi," kata Yudi.
Saat ini, kasus meninggalnya dr. Aulia Risma yang diduga bunuh diri karena menjadi korban bullying, telah sepenuhnya ditangani aparat kepolisian.
Pihak Kemenkes pun berjanji akan menindaklanjuti hasil investigasi kepolisian. Jika terbukti terjadi praktik bullying, Kemenkes berjanji menindak tegas pelaku dengan mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP).
Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira pun meminta pihak Undip untuk membuka diri, agar memudahkan penyelidikan kasus dugaan bullying yang mengakibatkan meninggalnya mahasiswi PPDS Aulia Risma.
"Meskipun itu dibantah, tetapi saya kira dalam hal ini kampus perlu membuka diri untuk melakukan penyelidikan lebih jauh," kata Andreas.
Andreas pun menyayangkan dugaan pihak Undip menutupi peristiwa itu. Menurutnya, sikap terbuka Undip penting dilakukan untuk mengetahui secara jelas penyebab dan latar belakang peristiwa tersebut, serta mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Antara, Amatan