Kamis, 10 APRIL 2025 • 11:26 WIB

Donald Trump Tunda Kenaikan Tarif Selama 90 Hari, Khusus untuk China Tetap Naik 125 Persen!

Author

FILE PHOTO: Presiden Amerika Serikat Donald Trump memegang dokumen berjudul

INDOZONE.ID - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan penundaan penuh selama 90 hari terhadap seluruh tarif resiprokal (tarif impor timbal balik).

Namun, penundaan itu tak berlaku untuk China. Keputusan tersebut dibuat pada Rabu 9 April 2025 pagi waktu setempat, setelah pertemuan dengan Menteri Perdagangan Howard Lutnick dan Scott Bessent.

Trump disebutkan juga akan terlibat secara langsung dalam seluruh negosiasi selama masa jeda ini.

Baca Juga: Fakta-fakta Bea Masuk Barang dari China Capai 104 Persen Akibat Tarif Baru Trump

Langkah ini diambil untuk menunjukkan, bahwa Trump masih peduli terhadap perdagangan dan ingin bernegosiasi dengan itikad baik terhadap puluhan negara.

Trump menyatakan, semua negara yang tidak membalas tarif AS akan mendapatkan kelonggaran dan hanya akan dikenakan tarif umum sebesar 10 persen hingga Juli mendatang.

Trump mengklaim, bahwa lebih dari 75 negara telah menghubungi pemerintah federal AS untuk merundingkan solusi sejak ia mengumumkan rencana tarif tinggi terhadap ekspor mereka.

Ia pun memilih untuk menunda tarif tambahan dan membuka jalan selama tiga bulan untuk negosiasi intensif dengan puluhan negara.

“Kami tidak ingin menyakiti negara-negara yang tidak perlu disakiti. Dan mereka semua ingin bernegosiasi,” katanya.

Meski begitu, Trump tetap bersikap keras terhadap China terkait kenaikan tarif ekspor. Trump mengumumkan, bahwa tarif ekspor China atas AS justru akan naik menjadi 125 persen dan berlaku segera.

“Berdasarkan kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan China terhadap pasar dunia, saya dengan ini menaikkan tarif yang dikenakan terhadap China oleh Amerika Serikat menjadi 125%, berlaku segera,” tulis Trump dalam unggahannya di media sosialnya. 

Hal ini dilakukan Trump setelah serangkaian aksi balasan tarif antara Amerika Serikat dan China, termasuk pengumuman tarif sebesar 84 persen dari China terhadap barang-barang asal AS yang disampaikan di Beijing, pada Rabu 9 April 2025, waktu setempat.

Trump kembali menaikkan tarif terhadap produk-produk asal China menjadi 125 persen sebagai balasan.

Angka ini menjadi tarif tertinggi yang diberlakukan sejak ia kembali menjabat pada Januari lalu, di luar tarif-tarif yang sebelumnya telah dikenakan terhadap banyak barang asal China selama masa jabatan pertamanya.

Pengumuman tarif Trump pekan lalu juga mengecualikan Kanada dan Meksiko. Sebab, barang dari kedua negara tersebut masih dikenai tarif 25 persen terkait fentanyl jika tidak memenuhi aturan asal barang dalam perjanjian dagang AS-Meksiko-Kanada (USMCA).

Tarif tersebut akan tetap diberlakukan, tetapi untuk barang yang memenuhi ketentuan USMCA mendapatkan pengecualian tanpa batas waktu.

Bursa Saham AS Melonjak Usai Trump Umumkan Penundaan Tarif

Pasar saham Amerika Serikat langsung bereaksi positif setelah Presiden Donald Trump mengumumkan penundaan kenaikan tarif terhadap sebagian besar negara.

Baca Juga: Langkah Strategis Pemerintah Indonesia Menghadapi Tarif Impor Donald Trump

Di Wall Street, indeks S&P 500 melonjak 9,5 persen, kenaikan harian terbesar sejak krisis keuangan 2008.

Indeks Dow Jones pun mengikuti dengan kenaikan 7,9 persen, sementara indeks teknologi Nasdaq Composite mencatat lonjakan hingga 12,2 persen, tertinggi sejak 2001.

Saham-saham teknologi besar seperti Apple dan Nvidia menjadi pendorong utama lonjakan tersebut.

Pemulihan pasar yang drastis ini, menjadi penutup bagi beberapa hari perdagangan penuh gejolak.

Sebelumnya, obligasi pemerintah AS yang kerap dianggap sebagai aset paling aman di dunia mengalami tekanan hebat hingga dijual besar-besaran, sebelum akhirnya situasi mulai mereda seiring langkah mundur Trump dari kebijakan penudaan tarifnya.

Penulis: Sekar Andini Wibisono Putri

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Reuters, The Guardian