INDOZONE.ID - Seorang mantan anggota pasukan elit Baret Hijau Amerika Serikat (AS), Matthew Livelsberger, diketahui berada di balik ledakan Tesla Cybertruck yang melukai tujuh orang.
Serangan itu dilaporkan sebagai aksi pribadi untuk "membersihkan pikirannya" dan melampiaskan kekecewaan terhadap kepemimpinan AS yang ia anggap berada di ambang kehancuran.
Livelsberger meninggalkan dua catatan digital di ponsel hangus yang ditemukan dalam Tesla Cybertruck yang ia sewa.
"Ini bukan serangan teroris, ini adalah peringatan," seperti dikutip oleh polisi Las Vegas.
Catatan lainnya mengungkapkan pergulatan emosionalnya.
"Mengapa saya secara pribadi melakukannya sekarang? Saya perlu membersihkan pikiran saya dari saudara-saudara yang telah saya hilangkan dan membebaskan diri saya dari beban nyawa yang saya ambil," tulisnya lagi.
Baca Juga: Elon Musk Gelar Pertemuan dengan Duta Besar Iran, Upaya Baru dalam Diplomasi AS
Jejak Perjalanan Terakhir
Livelsberger, seorang veteran perang Afghanistan yang bertugas pada 2017 dan 2018, dilaporkan meninggalkan rumahnya di Colorado Springs sehari setelah Natal.
Ia sempat bertengkar dengan istrinya terkait dugaan perselingkuhan, yang disinyalir menjadi pemicu perjalanan terakhirnya.
Livelsberger kemudian menyewa Tesla Cybertruck melalui aplikasi berbagi mobil dan mendokumentasikan perjalanannya menuju Las Vegas.
Baca Juga: Donald Trump Ancam BRICS Jika Buat Mata Uang Saingan Dolar AS
Rekaman pengawasan menunjukkan ia berhenti di beberapa stasiun pengisian daya sebelum mencapai tujuan akhirnya di depan Trump International Hotel.
Di sana, ia meledakkan bahan peledak yang disembunyikan di Cybertruck sambil mengakhiri hidupnya dengan senjata api.
Ledakan itu mengakibatkan tujuh orang terluka. Jasad Livelsberger ditemukan terbakar hingga tak dapat dikenali, namun pihak berwenang berhasil mengidentifikasinya melalui paspor dan tanda pengenal militernya yang selamat dari ledakan.
AS Segera Hancur?
Dalam surat digital kedua, Livelsberger menyampaikan kritik keras terhadap kondisi Amerika saat ini.
"Kita dipimpin oleh pemimpin yang lemah dan tidak bertanggung jawab yang hanya memperkaya diri sendiri. Kita adalah Amerika Serikat, negara terbaik bagi orang-orang yang pernah ada! Namun saat ini kita sakit parah dan menuju kehancuran," tulis Livelsberger.
Pesan ini diyakini mencerminkan pergolakan batinnya sebagai seorang veteran yang berjuang melawan gangguan stres pascatrauma (PTSD) dan masalah pribadi lainnya.
Investigasi dan Dugaan Motif
Pejabat federal AS meyakini bahwa tindakan Livelsberger dipicu oleh PTSD yang parah.
"Ini tampaknya kasus bunuh diri tragis yang melibatkan seorang veteran tempur yang sangat dihormati yang berjuang melawan PTSD dan masalah lainnya," ujar agen FBI, Spencer Evans.
Livelsberger dikenal sebagai pendukung setia Presiden Donald Trump dan sosok patriotik selama hidupnya.
Namun, tekanan mental dan beban emosional tampaknya menjadi pemicu utama di balik tragedi ini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: New York Post