INDOZONE.ID - Senator Independen Angus King dalam Sidang Komite Angkatan Bersenjata Senat Amerika Serikat (AS) mengungkapkan, AS sudah ketinggalan dalam perlombaan untuk mengembangkan senjata energi hipersonik dan terarah dibandingkan negara-negara pesaingnya, seperti Rusia dan China.
Dengan kondisi ini, King menilai, pemerintah harus menjadikan pengembangan senjata energi terarah ini sebagai prioritas, untuk dapat mengejar ketertinggalan.
“Kita sangat tertinggal dalam isu energi terarah. Pada hipersonik dan energi terarah, kita telah kalah dalam perlombaan atau kita sangat kalah dalam perlombaan. Banyak yang harus kita kejar. Ini seharusnya menjadi prioritas untuk mengejar ketertinggalan,” katanya, dilansir Sputnik Globe, Rabu (24/1).
Baca Juga: Dijaga Ketat KKB Egianus Kogoya Jadi Alasan Sulitnya Bebaskan Pilot Susi Air
Ketertinggalan ini terlihat di Laut Merah. Di mana dalam melawan pasukan Houthi, Angkatan Laut AS terpaksa menggunakan rudal bernilai jutaan dolar untuk menembak jatuh drone murah yang ditembakkan oleh pasukan Yaman itu.
Bahkan, menurut King, harga drone yang digunakan pasukan pembela Palestina itu kurang dari 1% dari harga sistem militer yang dipakai AS.
“Rudal yang kami gunakan masing-masing berharga US$2 juta hingga US$4 juta. Itu seperti menggunakan howitzer untuk menembak bebek,” tambah King.
Baca Juga: Contoh Teks Sumpah Pelantikan KPPS Pemilu 2024
Sebelumnya pada hari Selasa, Asosiasi Industri Pertahanan Nasional atau National Defense Industrial Association (NDIA) dan Institut Teknologi Berkembang atau Emerging Technologies Institute (ETI) mengatakan dalam sebuah laporan baru, bahwa pemerintahan Biden dan Departemen Pertahanan telah gagal memberikan arahan yang jelas dibutuhkan oleh bisnis dan industri pertahanan AS untuk mengembangkan sistem senjata energi terarah.
Laporan tersebut menyatakan bahwa kurangnya panduan menghambat kemampuan bisnis dan industri AS untuk memproduksi senjata semacam itu di masa mendatang.
“Tanpa sinyal permintaan yang jelas dan berkelanjutan dari Departemen Pertahanan, dan oleh karena itu laba atas investasi, industri akan ragu-ragu melakukan investasi yang diperlukan untuk memiliki rantai pasokan senjata energi terarah yang aman, sehat, dan tangguh,” tulis laporan tersebut, dikutip Al Maydeen.
Baca Juga: Menlu Retno Marsudi 'Walk Out' saat Dubes Israel Pidato di Debat Terbuka DK PBB
Laporan tersebut lebih lanjut menuduh Departemen Pertahanan ragu-ragu dalam komitmennya untuk mengirimkan senjata energi terarah dalam skala besar.
Selain itu, dua lembaga tersebut juga menyoroti rantai pasokan sistem senjata yang saat ini tidak mampu mendukung penerapan dalam skala besar dan hanya dapat memproduksi dalam jumlah kecil dengan waktu tunggu yang lama.
Untuk mengatasi kerentanan ini, laporan tersebut merekomendasikan serangkaian langkah nyata yang dilakukan oleh pemerintah, industri, dan akademisi AS, dengan menekankan tugas berat ke depan dalam memperkuat kemampuan negara dalam teknologi energi hipersonik dan terarah.
Writer: Ananda Fachreza Lubis
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Sputnik Globe