INDOZONE.ID - Sekitar 90 kilometer dari ibu kota Iran, Teheran, dekat kota suci Qom, tersembunyi sebuah fasilitas yang menjadi inti dari ketegangan nuklir global: Fordow.
Terletak di kedalaman 80 meter di bawah pegunungan yang terbentuk oleh tekanan geologi selama ratusan tahun, Fordow merupakan salah satu bagian paling tertutup dan terlindungi dari program nuklir Iran.
Fasilitas ini tidak hanya dilindungi oleh batu dan beton bertulang, tetapi juga dilengkapi dengan sistem pertahanan udara S-300 buatan Rusia serta dijaga ketat oleh Garda Revolusi Iran.
Bagi para perencana militer Israel, Fordow dikenal sebagai "Gunung Malapetaka", karena kedalamannya menjadikannya hampir mustahil dihancurkan tanpa senjata pemecah bunker canggih seperti GBU-57 A/B milik Amerika Serikat, yang hanya dapat diluncurkan dari pembom B-2 Spirit.
Fordow bukan dirancang untuk diplomasi, melainkan untuk bertahan hidup dalam kondisi paling ekstrem. Keberadaan fasilitas ini awalnya dirahasiakan hingga akhirnya terungkap pada 2009.
Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis menuduh Iran membangunnya secara diam-diam tanpa tujuan damai. “Apa yang kami lakukan sepenuhnya sah,” ujar Presiden Mahmoud Ahmadinejad saat itu. “Apa peduli mereka dengan memberi tahu kami apa yang harus dilakukan?”
Baca juga: Miris! Viral Anak Berkebutuhan Khusus di Tangsel Dianiaya Ibu Lantaran Jualan Tak Laku
Berdasarkan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang ditandatangani pada 2015, Iran sepakat untuk mengubah Fordow menjadi pusat riset, membatasi jumlah sentrifus aktif, menangguhkan pengayaan uranium selama 15 tahun, serta membuka pintu bagi pengawasan internasional yang lebih luas.
Namun, komitmen ini berubah drastis setelah Amerika Serikat keluar dari perjanjian tersebut pada 2018 di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump. Sejak saat itu, Iran kembali mengaktifkan dan memperluas operasi pengayaan uraniumnya di Fordow.
Setelah insiden sabotase di fasilitas Natanz pada tahun 2021—di mana Iran menimpakan kesalahan pada Israel—aktivitas pengayaan di Fordow dipercepat. Sentrifusnya mulai memproses uranium hingga 60%, mendekati tingkat kemurnian senjata.
Menurut laporan Institut Sains dan Keamanan Internasional (ISIS), Fordow mampu menghasilkan 25 kilogram uranium tingkat senjata hanya dalam dua hingga tiga hari.
Bahkan, dengan cadangan uranium yang sangat diperkaya mencapai lebih dari 400 kilogram (data IAEA, Badan Tenaga Atom Internasional, Mei 2023), Iran diperkirakan dapat memproduksi bahan cukup untuk sembilan senjata nuklir dalam tiga minggu.
Baca juga: Modus Jahat Pegawai Minimarket Lecehkan Bocah di Tangerang, Imingi dengan Top Up Game
Keamanan Fordow jauh melampaui standar fasilitas nuklir pada umumnya. Ruang sentrifusnya tersembunyi dalam gua gunung yang diperkuat, tidak dapat ditembus oleh bom konvensional.
Satu-satunya senjata yang memiliki potensi menembusnya adalah GBU-57 A/B. Namun senjata ini bukan milik Israel dan hanya bisa digunakan oleh AS.
Sementara itu, laporan dari kantor berita ISNA menyebutkan bahwa meskipun Fordow pernah menjadi target serangan, kerusakan yang ditimbulkan diklaim terbatas.
Citra satelit menunjukkan bahwa sistem pertahanan udara di sekitar Fordow terkena dampak, namun struktur inti fasilitas masih utuh.
Sebaliknya, fasilitas Natanz mengalami pemadaman listrik besar yang sempat menghentikan aktivitas sentrifusnya. IAEA mengonfirmasi bahwa serangan tersebut merusak bangunan atas dan bawah tanah, namun tidak menyebabkan pelepasan radiasi ke lingkungan luar.
Direktur Jenderal IAEA, Rafael Grossi, menyebut serangan tersebut sebagai "sangat mengkhawatirkan" dan memperingatkan bahwa tindakan militer semacam ini "meningkatkan kemungkinan pelepasan radiologis dengan konsekuensi serius bagi manusia dan lingkungan."
Menurut badan pengawas nuklir itu, partikel berbahaya yang dilepaskan dalam insiden tersebut terbatas pada partikel alfa. Meskipun partikel ini berbahaya jika terhirup, risiko eksternalnya dianggap rendah karena letak inti fasilitas yang berada jauh di bawah tanah.
Simon Bennett, ahli keamanan nuklir dari Universitas Leicester, mengungkapkan bahwa struktur bawah tanah seperti di Fordow membuat kontaminasi meluas hampir mustahil.
Baca juga: Mbah Tupon Korban Mafia Tanah di Bantul Digugat Rp500 Juta ke Pengadilan, Ini Kata PN Bantul
Fordow tidak hanya menjadi pusat pengayaan uranium. Kompleks ini juga dilengkapi dengan sejumlah terowongan masuk, jaringan bunker kedap udara, serta personel terlatih untuk menangani potensi kebocoran radioaktif.
Proses pengayaan dilakukan dalam ruangan tertutup, tahan guncangan, dan jauh dari permukaan.
Kenneth Petersen dari American Nuclear Society memperingatkan bahwa potensi bahaya terbesar berasal dari uranium heksafluorida, gas sangat beracun yang dapat berubah menjadi hidrogen fluorida jika bersentuhan dengan air.
Gas ini mematikan jika terhirup, namun sejauh ini belum ditemukan kebocoran semacam itu baik di Fordow maupun Natanz.
Namun, kekhawatiran komunitas internasional tidak berhenti pada Fordow saja. Beberapa kilometer dari Natanz, Iran dilaporkan tengah membangun fasilitas baru yang disebut Pickaxe Mountain—pembangkit nuklir bawah tanah yang diklaim lebih dalam dan lebih terlindungi daripada Fordow.
Fasilitas ini belum dapat diakses oleh pengawas IAEA dan diyakini akan memiliki empat akses masuk dan kapasitas penyimpanan yang jauh lebih besar.
Baca juga: Lokasi Judi Kasino di Bandung Diacak-acak Polisi bak Adegan Film-film Barat
Fordow telah menjadi simbol dari ketegangan geopolitik yang terus meningkat antara Iran dan negara-negara Barat, terutama Israel dan Amerika Serikat.
Jika Iran memutuskan keluar dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir dan mengakhiri kerja sama dengan IAEA, maka Fordow sangat mungkin menjadi pusat pengembangan senjata nuklir pertama.
Fasilitas ini bukan sekadar target militer, tetapi representasi strategi pertahanan terakhir. Di balik ketebalan batu dan diamnya sentrifus, Fordow terus berputar, menjaga rahasianya, dan sekaligus menggeser keseimbangan kekuatan di Timur Tengah.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Euronews.com