Iran bergejolak setelah serangan Israel (sumber: euronews)
INDOZONE.ID - Iran kini berada dalam kondisi genting setelah serangkaian serangan mematikan dilancarkan oleh Israel dalam operasi bertajuk "Rising Lion". Serangan tersebut menyasar langsung para pejabat tinggi militer dan ilmuwan nuklir Iran, memicu gelombang kecemasan dan kemarahan di dalam negeri. Israel menyebut operasi ini sebagai langkah pencegahan untuk menghentikan ambisi nuklir Iran sebelum terlambat, meskipun sejumlah analis dan pejabat Amerika Serikat menegaskan bahwa Teheran tidak secara aktif mengembangkan senjata nuklir sebelum serangan ini terjadi.
Skala "Operasi Rising Lion" disebut jauh lebih luas dibandingkan operasi-operasi militer sebelumnya, bahkan melebihi pertukaran rudal dan drone antara kedua negara yang terjadi tahun lalu. Beberapa jenderal senior dan anggota Garda Revolusi Iran dilaporkan tewas dalam serangan ini, menjadikannya salah satu serangan paling berdarah sejak berakhirnya perang Iran-Irak pada 1990-an. Total korban tewas diperkirakan mencapai puluhan jiwa, sementara ratusan lainnya mengalami luka-luka.
Baca juga: Serangan Balik Iran ke Israel, Tel Aviv pun Terdampak: Segini Jumlah Korbannya!
Pemerintah Israel mengonfirmasi bahwa serangan masih akan berlanjut, mengindikasikan potensi eskalasi yang lebih luas dan berbahaya. Ketegangan yang meningkat membuat masyarakat Teheran dilanda kepanikan. Warga berbondong-bondong menuju pusat perbelanjaan untuk menimbun kebutuhan pokok, khawatir situasi akan semakin memburuk.
Stasiun televisi nasional Iran secara masif menayangkan ulang serangan balasan rudal yang diarahkan ke Tel Aviv. Tayangan tersebut disambut sorak-sorai oleh sejumlah warga yang menonton di layar-layar besar di ruang publik, menciptakan atmosfer yang lebih mirip pertandingan sepak bola ketimbang situasi perang.
"Israel membunuh para komandan kami, lalu mereka mengharapkan balasan berupa ciuman?" ujar Mahmoud Dorri, seorang sopir taksi berusia 29 tahun. "Kami akan membalas mereka untuk memberi pelajaran: mata dibalas mata."
Iran menyerang Ibu Kota Israel, Tel Aviv. (REUTERS/Gideon Markowicz)
Pari Pourghazi, seorang guru sekolah dan ibu dari dua anak, turut mengungkapkan kegembiraannya atas serangan balasan Iran. Ia mengaitkan konflik ini dengan agresi Israel terhadap Palestina. "Seseorang harus menghentikan Israel. Mereka pikir bisa berbuat semaunya kapan pun mereka mau," ujarnya. "Iran menunjukkan bahwa Israel salah. Meskipun mereka bisa membombardir Gaza atau Lebanon, bukan berarti mereka bisa menindas semua orang."
Namun, tidak semua warga menyambut serangan dengan antusias. Houshang Ebadi, seorang montir berusia 61 tahun, menyuarakan pandangan yang lebih moderat. "Saya mendukung negara saya. Israel jelas telah melakukan kesalahan besar dengan menyerang Iran, tapi saya berharap ini segera berakhir. Perang tidak akan membawa hasil bagi siapa pun."
Situasi ini juga berdampak secara global. Sejumlah negara menerbitkan peringatan perjalanan tingkat tinggi bagi warganya di Iran dan kawasan sekitarnya. Banyak maskapai membatalkan penerbangan atau mengalihkan rute karena wilayah udara yang mulai ditutup. Arus evakuasi warga asing pun terjadi, termasuk rombongan orkestra simfoni dari Rusia yang dilaporkan menuju perbatasan Azerbaijan untuk meninggalkan Iran.
Baca juga: Turki Pantau Ketegangan Iran-Israel, Erdogan Dukung Langkah Trump Negosiasi Nuklir
Dalam suasana yang semakin panas, pemimpin komunitas agama di Teheran, Uskup Agung setempat, menyerukan perdamaian dan dialog antarnegara. Ia memperingatkan bahwa penggunaan kekuatan militer secara sepihak hanya akan memperpanjang krisis dan menyengsarakan rakyat sipil.
Ketegangan antara Iran dan Israel kini telah mencapai titik kritis. Saling serang dan retorika panas terus memanaskan situasi, membuat stabilitas kawasan Timur Tengah berada di ambang kehancuran. Di tengah ancaman perang regional yang membayangi, dunia internasional dituntut untuk segera mengambil langkah diplomatik guna mencegah konflik ini meluas dan membawa dampak yang lebih luas terhadap perdamaian global.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Euronews.com