INDOZONE.ID - Antusiasme pemilih Korea Selatan di pemilu Presiden tahun ini terlihat sangat tinggi. Warga Korea Selatan ikut pemilu lebih awal dengan berbaris panjang di jalanan Seoul pada Jumat pagi (30/5/2025) untuk memberikan suara dalam pemilu presiden.
Pemilu Korsel pasca darurat militer ini diadakan menyusul tindakan kontroversial mantan presiden Yoon Suk Yeol yang memberlakukan darurat militer dan akhirnya dimakzulkan.
Komisi Pemilihan Nasional Korea Selatan melaporkan tingginya angka partisipasi pemungutan suara dini di Korea Selatan, dengan 21 persen dari 44,4 juta pemilih terdaftar telah menggunakan hak pilih mereka hingga pukul 8 pagi.
Baca Juga: Calon Presiden Lee Jae Myung Unggul Jelang Pemilu Presiden Korsel
Para analis melihat antusiasme warga Korea Selatan dalam pemilu awal ini sebagai bentuk reaksi warga Korsel terhadap darurat militer yang dianggap mencederai demokrasi.
Lee Jae-myung, kandidat dari kubu liberal, muncul sebagai calon terkuat di tengah gejolak politik ini.
Survei terbaru Gallup menunjukkan 49 persen responden mendukung Lee, jauh mengungguli Kim Moon-soo dari Partai Kekuatan Rakyat yang kini memimpin, dengan 35 persen.
Baca Juga: Kim Moon Soo Resmi Diusung Jadi Capres dari Partai Konservatif Utama Korea Selatan
Sementara itu, warga Korea Selatan di luar negeri juga tak kalah bersemangat. Empat dari lima pemilih luar negeri telah menyalurkan suara mereka pekan lalu, mencatatkan angka partisipasi luar negeri tertinggi dalam sejarah.
Kang Joo-hyun, dosen ilmu politik di Universitas Wanita Sookmyung, menilai bahwa antusiasme ini mencerminkan kerinduan rakyat untuk memulihkan demokrasi.
“Orang-orang Korea di luar negeri merasa perlu bersuara karena mereka melihat bahwa fondasi demokrasi Korea Selatan sedang diuji,” ujar Kang.
Siapa pun yang terpilih sebagai presiden selanjutnya, dia akan menghadapi tantangan berat karena pelemahan ekonomi, rendahnya angka kelahiran yang menjadi salah satu yang terendah di dunia, serta biaya hidup yang makin melonjak.
Ditambah lagi, Korea Selatan berada di antara rivalitas Amerika Serikat sebagai sekutu keamanan utama dan Tiongkok, mitra dagang terbesarnya.
Meskipun demikian, para pengamat menilai bahwa isu darurat militer menjadi sorotan utama dalam pemilu ini. Lee, yang kalah tipis dari Yoon pada 2022, berjanji akan menindak tegas “unsur-unsur pemberontakan” bila terpilih.
Namun, Kang Won-taek, profesor ilmu politik di Universitas Nasional Seoul, mengingatkan bahwa konflik politik belum akan berhenti.
“Jika Lee tidak mampu merangkul semua pihak, konflik lama yang memecah belah negeri ini bisa kembali muncul,” ujar Kang.
Pemilu presiden kali ini menjadi ajang penting bagi rakyat Korea Selatan untuk memulihkan demokrasi dan memastikan masa depan politik yang stabil.
Hasil akhir baru akan terungkap saat pemungutan suara utama pada 3 Juni mendatang, tetapi antusiasme pemilih Korea Selatan di Pemilu Presiden ini menunjukkan harapan besar akan perubahan yang lebih baik.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Yonhap News