Perbedaan HGU, HGB, SHM, dan Surat Girik dalam Mekanisme Kepemilikan Tanah yang Harus Kamu Tahu
INDOZONE.ID - Kepemilikan tanah merupakan salah satu investasi jangka panjang. Akan tetapi, mempunyai tanah tidak cukup tanpa disertai dokumen resmi seperti sertifikat tanah.
Sertifikat tanah merupakan bentuk kepastian hukum yang tertulis untuk kepemilikan suatu tanah. Tanpa ada sertifikat, hak kepemilikan tanah dapat menjadi rentan terjadinya sengketa.
Baca Juga: DPO Terpidana Penipuan Sertifikat Tanah di Jogja Ditangkap Saat Isi Acara Donasi di Salatiga
Oleh sebab itu, perlu dipahami jenis-jenis sertifikat tanah yang ada di Indonesia, seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Surat Girik.
Setiap sertifikat tanah mempunyai tujuan dan fungsi yang berbeda-beda. Lantas apa saja perbedaan mereka? Berikut Indozone memberikan perbedaan antara tipe-tipe sertifikat tanah yang harus kamu tahu.
1. Hak Guna Usaha (HGU)
Hak Guna Usaha atau HGU merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dimiliki oleh negara dalam jangka waktu tertentu. Seperti contoh, usaha pertanian, peternakan, perikanan atau pertambangan.
Kini, HGU diberikan untuk paling lama 25 hingga 35 tahun. Apabila diperpanjang, maka akan mendapatkan 25 tahun lagi.
Namun, ketentuan sertifikat ini berlaku hanya untuk syarat-syarat yang terpenuhi. Seperti contoh, HGU hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum indonesia.
Apabila syarat tersebut tidak dapat terpenuhi, maka sertifikat tersebut harus dilepas dan dialihkan kepada pemilih pihak baru yang tentu memenuhi syarat yang dibutuhkan dalam jangka waktu satu tahun.
Peraturan mengenai HGU ditulis dalam Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 Tahun 1960 (UUPA).
2. Hak Guna Bangunan (HGB)
Secara sederhana Hak Guna Bangunan atau HGB merupakan hak atas tanah yang memberikan kewenangan untuk membangun bangunan di atasnya.
Jangka waktu HGB di atas tanah negara atau pengelola maksimal 30 tahun dan dapat diperbarui paling lama 20 tahun. Apabila ingin diperbaharui maka mampu mengaju hingga 30 tahun.
Setelah pemberian, perpanjangan serta pembaruan HGB berakhir, maka tanah tersebut harus kembali ke tanah yang dimiliki negara atau hak pengelola.
Sama seperti HGU, yang diperbolehkan mengajukan HGB adalah WNI atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia serta berkedudukan di Indonesia.
Peraturan mengenai HGB tertulis dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.
3. Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sertifikat Hak Milik atau SHM adalah jenis sertifikat yang dimana pemilik mempunyai hak penuh atas kepemilikan suatu tanah atau lahan. Dengan adanya Sertifikat Hak Milik, maka pemilik tanah akan terbebas dari isu legalitas dan sengketa.
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 20, hak kepemilikan tanah bersifat turun temurun sehingga dapat diwariskan. Oleh sebabnya, SHM merupakan bentuk kepemilikan tertinggi atas suatu tanah.
SHM hanya dapat dimiliki oleh WNI. Apabila ada seorang WNA yang memperoleh tanah melalui SHM karena pencampuran harta perkawinan atau pewarisan tanpa wasiat, maka mereka wajib untuk melepaskan hak milik tersebut dalam jangka waktu satu tahun.
Baca Juga: Sertifikat Tanah Hilang? Tenang, Begini Cara Mengurus dan Biayanya!
4. Girik
Girik bukanlah tanda bukti atas tanah seperti SHM atau sertifikat lainnya. Tetapi, girik hanya berfungsi sebagai bukti bahwa seseorang menguasai tanah adat dan sebagai pembayar pajak atas tanah.
Menguasai tanah adat diartikan sebagai bentuk kontrol atau pemanfaat seseorang tetapi belum mempunyai fondasi hukum yang kuat sebagai pemilik formal.
Girik sendiri juga membuktikan bahwa seseorang rutin membayar pajak atas tanah dan bangunan yang ada.
Dulu, girik merupakan bukti krusial yang harus ditunjukan untuk pembuktian hak milik tanah. Akan tetapi setelah berlaku UUPA dan PP 10/1961, girik hanya menjadi alat bukti tertulis untuk mendaftar hak-hak lama atas suatu tanah.
Kini girik dinyatakan tidak berlaku sebagai setelah lima tahun. Apabila jangka waktu tersebut berakhir, surat tersebut tidak dapat menjadi alat pembuktian hak atas tanah dan hanya bisa ditampilkan sebagai petunjuk untuk pendaftaran tanah.
Itulah tipe-tipe sertifikat tanah di Indonesia yang kamu harus tahu. Keempatnya mempunyai fungsi dan identik masing-masing untuk menunjukan kepemilikan individu atas suatu lahan.
Penulis: Gadis Kinamulan Esthiningtyas
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Hukumonline.com, Wikipedia