Selasa, 01 AGUSTUS 2023 • 16:15 WIB

PBB Desak Militer Myanmar Cabut Status Darurat demi Jalankan Pemerintahan yang Demokratis

Author

22 orang tewas imbas pembantaian di biara Myanmar. Ilustrasi pasukan junta militer Myanmar. (REUTERS/Stringer)

INDOZONE.ID - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (31/7/2023) mendesak Myanmar untuk kembali menjalankan pemerintahan demokratis. Terlebih setelah junta militer negara itu memperpanjang status darurat.

Pasalnya status darurat yang diperpanjang oleh junta militer tersebut mengakibatkan pelaksanaan pemilihan umum kian tertunda untuk sekian kalinya.

"Sudah jelas, kami terus menentang kudeta tersebut, dan kami menginginkan pemerintahan demokratis dikembalikan di Myanmar sesegera mungkin," kata wakil juru bicara PBB, Farhan Haq, seperti INDOZONE sadur dari Reuters, Selasa (1/8/2023).

Junta militer Myanmar telah memperpanjang masa pemberlakuan status darurat untuk keempat kalinya sejak melakukan kudeta pada 2021. Karena diperpanjang, status itu tetap berlaku setelah 31 Juli.

Baca Juga: Banjir Rob Berpotensi Terjang Pesisir Sumbar, Begini Penjelasan BMKG

Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional Myanmar juga telah membicarakan pemilu yang tertunda di negara Asia Tenggara itu--yang sebagian besar penduduknya beragama Buddha.

Myanmar didera kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021. Kudeta tersebut disikapi dengan kerusuhan oleh massa, yang mengutuk penggulingan terhadap Suu Kyi serta penerapan kekuasaan oleh militer.

Baca Juga: Dukung Kebijakan Presiden Jokowi soal hilirisasi Industri Ganjar: Itu Bakal Jadikan Indonesia Negara Mandiri

Junta telah menahan Suu Kyi beserta banyak pejabat lainnya serta menindas para pengunjuk rasa. PBB memperingatkan bahwa Myanmar sudah beranjak ke perang saudara.

Menurut PBB, selama dua tahun terakhir ini ada lebih dari 1,5 juta orang yang terpaksa mengungsi. Selama masa itu pula, lima juta anak di Myanmar menghadapi kondisi yang sangat memerlukan bantuan kemanusiaan.

Data PBB menunjukkan bahwa sedikitnya 2.890 orang kehilangan nyawa di tangan militer dan pihak-pihak pendukungnya. Sebanyak 767 orang ditangkap sejak militer mengambil alih kekuasaan, menurut data tersebut.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Reuters